Pages

Cerita Hujan #3

Bukankah awan sudah berjanji pada langit untuk setia mewarnai hari-hari biru?
Bukankah angin sudah bicara dalam hembusannya untuk membawa kabar gembira?
Namun kini lihatlah, awan pergi tak kembali
Angin menghembusnya jauh-jauh
Mendung tak pernah lagi singgah menemani biru langit
Sang mentari terus memanggang bumi
Gersang sudah tanah pak tani, keringlah pula sumur di ladang
Doa-doa terbang meninggi seiring dedauan yang jatuh ke bumi
Berharap hujan datang kembali
September tinggal beberapa hari
Penantian ini cepatlah berakhir
Kemarau, jangan terlalu lama kau menghampiri
Biarkanlah tanah kami tertawa buncah dengan rinai hujan
Beriak-riak, jumpalitan sana-sini
Berlari-larian dibawah jutaan anak hujan
Kemarau, sampaikan pada hujan
Cepatlah datang, kami amat merindukannya.

"Mereka adalah Pahlawan"

Suatu ketika di sebuah SD yang berada di kota kecil, ketika sinar mentari bersinar terik dan langit biru memayungi langit sekolah itu. Lonceng berbunyi, pertanda berakhirlah sudah pelajaran hari ini. Murid-murid dari kelas sebelah berlarian keluar kelas, wajah-wajah ceria karena pulang sekolah terbias cerah.

Namun tidak untuk kelas yang satu ini, ketua kelas baru saja memberi komando untuk berdiri. “Semua siap, beri salam!”. Ucap Ketua Kelas.

Mereka berdiri, mengucap salam pada Bu Guru. Salam perpisahan sebelum mengakhiri pelajaran hari ini. Lantas mereka duduk kembali lagi di bangku masing-masing. Ruang kelas hening sesaat. Wajah Bu Guru menatap para muridnya lambat-lambat.

Para murid sudah tahu kalau Sang Guru tidak akan menyuruh para muridnya pulang sebelum duduk rapi di kursi. Wajah para murid menatap ke depan, tangan terlipat diatas meja dengan tas yang sudah disandang. Siap untuk pulang.

“Barisan tengah boleh pulang duluan”. Ucap Bu Guru

Serentak para murid yang duduk di barisan tengah mengambil buku dan tas mereka. Bersiap untuk pulang. “Kami pulang duluan ya!”. Ucap salah satu murid pada temannya yang duduk di barisan ujung sambil melambaikan tangan.

Wajah Bu Guru masih menatap dua barisan yang tersisa. Barisan kanan dan kiri. Matanya melirik kiri dan kanan. Setelah berpikir ulang. Lalu Guru tersebut memilih barisan kanan untuk pulang.

“Barisan kanan boleh pulang”. Ucap Bu Guru sambil menunjuk barisan tersebut.

Dan para murid yang duduk di barisan kanan pun gembira. “Horeee..kami giliran kedua yang pulang”. Ucap mereka pada barisan kiri yang tertinggal.

Kini tinggallah barisan kiri yang tersisa. Murid-murid sudah tak lagi duduk rapi. Barisan duduk mereka sudah tak lurus. Tangan yang seharusnya terlipat diatas meja kini sudah sibuk menata buku dan tas. Sepertinya mereka tak sabar menunggu untuk segera pulang, bahkan satu detik pun sudah terlalu lama.

Semua mata tertuju pada guru tersebut, murid-murid yang tadi sibuk sendiri kini kembali duduk rapi. Kali ini mereka duduk manis sekali. Pandangan penuh harap pada Sang Guru agar diperbolehkan pulang lebih cepat. Lalu guru itu berkata pada murid barisan kiri.

Ia berkata. “Sebetulnya tak ada yang barisan tidak rapi di kelas ini. Semua murid sudah duduk dengan rapi. Kalian tahu kenapa hari ini Bu Guru memilih kalian sebagai barisan terakhir yang pulang?”

Para murid tidak menjawab pertanyaan itu. mereka menggeleng kepala pertanda tidak tahu.

“Saat ini Bu Guru sedang mengajarkan kalian apa itu arti kesabaran. Sikap yang baru saja Ibu ajarkan hari ini. Sebuah sikap mulia untuk rela menghadapi rintangan dengan lapang hati, ikhlas menunggu keputusan Guru mana barisan yang boleh pulang duluan, tabah untuk menunggu hingga jam pulang sekolah tiba”. Ucapnya sambil tersenyum lebar.

“Baiklah, kalian pasti sudah lapar. Mari kita pulang”. Ucap guru itu mengakhiri.

Para murid tercengang mendengar apa yang baru saja Sang Guru ucapkan. Perasaan mereka antara senang karena diperbolehkan pulang dan tersadar karena mereka baru saja melupakan apa yang mereka pelajari hari ini.

Hari ini setelah pelajaran siang itu semoga masih banyak para Guru yang mendidik lewat sikap. Lewat tutur kata yang lembut nan penuh arti. Lewat keikhlasan mereka untuk mengabdi pada negeri, mendidik dan mencerdaskan anak bangsa dengan setulus hati.

Menjadi Guru adalah profesi yang paling mulia, semua pekerjaan yang ada di permukaan bumi tak pernah lepas dari sosok seorang guru. Guruku adalah pahlawanku, ingatlah selalu jasa Sang Guru dimanapun dan kapanpun kau berada. Ingatlah selalu jasa seorang pahlawan tanpa tanda jasa yang menjadi pelita ketika terang telah tiada.

Saya berharap dengan adanya Gerakan Indonesia Berkibar kesadaran kita untuk terus maju dan belajar lebih dapat tercipta. Alangkah indahnya negeri ini bila para guru dan muridnya dapat menikmati proses belajar dengan nyaman, tanpa harus khawatir gedung sekolah bocor ketika hujan turun, papan tulis yang reyot atau kapur tulis yang habis, tanpa harus susah-susah menyalin catatan ketika buku pelajaran siap tersedia. Semoga semua yang kita harapkan terwujud dengan baik. Mari terus belajar!

Novel - Sang Koki Listrik

“Di dunia ini tak semua orang harus jadi Tentara, tak semua orang mesti jadi Insinyur dan tak semua orang bisa jadi Dokter. Bahkan tidak semua impian bisa tercapai sesuai dengan keinginan. Terkadang nasib menuntun kita untuk berprofesi lain. Ada yang harus jadi ahli sejarah, ekonomi, astronomi, psikologi bahkan ahli merangkai bunga. Setiap orang punya keahlian masing - masing dan itulah yang harus kita kejar. Dan yang paling penting adalah kerjakanlah apa yang bisa kau kerjakan saat ini dengan sepenuh hati untuk menggapai cita-citamu. Teruslah bermimpi, namun ingatlah selalu bahwa kau harus bangun untuk mewujudkannya”. –Sang Koki Listrik

Sebuah naskah novel yang kutulis sejak awal tahun ini akhirnya selesai juga. Aku bisa tersenyum bangga, setidaknya usahaku tidak sia-sia. Naskah yang lama kuimpi-impikan akhirnya selesai sesuai harapan. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah swt yang telah berkenan menjawab doa hambanya. Terima kasih Tuhan. 

Sungguh bukanlah hal yang mudah bagi saya sebagai Blogger untuk menyelesaikan sebuah novel perdana ini. Novel ini hanyalah secuil dari jutaan kisah di permukaan bumi. “Sang Koki Listrik” adalah salah satu kisah yang saya tuliskan. Terinspirasi dari sebuah Pembangkit Listrik ide penulisan novel ini muncul. Berawal dari itulah kemudian menjadi cerita yang saya bukukan lalu saya terbitkan.

Naskah selesai, begitupun dengan sampul novel. Sampul novel yang dibuat berdasarkan alur cerita ternyata hasilnya cukup baik. Terima kasih untuk Ko Welly Huang yang dengan senang hati membantu saya dalam pengerjaan sampul novel. Juga terima kasih untuk keluarga, sahabat, teman-teman dan rekan kerja atas dukungan serta motivasi untuk segera menyelesaikan novel ini.

Sore ini naskah “Novel Sang Koki Listrik” sudah saya upload di www.nulisbuku.com sebuah media self publishing untuk menerbitkan buku. Sungguh, nulisbuku.com membantu sekali.

Saya sudah tak sabar ingin segera melihat cetakan pertama novel saya. Setelah cetakan pertama itu terbit, saya harap novel saya segera bisa “Live” di nulisbuku.com dan semua orang bisa membaca kisah yang saya ceritakan. :) Semoga dengan pemahaman yang baik, kita bisa mengambil banyak kebaikan yang terdapat pada novel ini.

Ayo, tunggu apalagi? Ambil pena dan kertas, tuliskan kisahmu. Wujudkan mimpimu. Selamat menulis, selamat membaca! :)

No Electricity, Sir!

Siapa yang belum pernah merasakan “PEMADAMAN LISTRIK”? Lampu yang menyala tiba-tiba padam, saat sedang asyik mandi, keramas lantas air berhenti mengalir, nonton tv/mendengarkan musik lantas mati tiba-tiba, mesin yang meraung kencang lalu berhenti bersuara dan lain-lain. Pernah bukan?

Apa yang kau rasakan, kesal, dongkol, sebal? Kau bertanya-tanya bagaimana mungkin di jaman sekarang listrik masih saja nyala dan padam tiba-tiba? Mungkin saja teman. Lantas muncullah bermacam dugaan, prasangka yang tak baik, menyalahkan ini-itu dan sebagainya. Namun, hei sadarlah! Mencari kambing hitam dalam setiap masalah bukanlah solusinya.

Listrik yang padam atau arus listrik yang tidak stabil bukan karena disengaja. Selalu ada alasan tertentu kenapa hal tersebut terjadi. Selalu berprasangka baiklah terhadap sesuatu. Kau tahu, bahkan sebuah Pembangkit Listrik yang besar sekalipun bisa mengalami PEMADAMAN TOTAL karena rusaknya suatu system. Dan itu adalah DUKA YANG DALAM bagi KOKI LISTRIK seperti saya.

Hari ini adalah tugas jaga malam. Usai pulang kerja, sarapan pagi dan mandi. Saya baringkan tubuh diatas kasur. Ketika matahari merangkak tinggi hingga menjelang siang. Saya terbangun, kurasa memang ada yang aneh. Ruangan yang mendadak panas, pendingin ruangan mati, lampu tidur juga padam.

Aku pun keluar dari kamar, kupandang Cooling tower yang berseberangan dengan kamar asrama. Sirkulasi air di Cooling tower semakin mengecil, gemuruh air yang jatuh tak lagi terdengar keras seperti biasanya, uap yang keluar dari Chimney tak ada lagi. Ya, kali ini DAPUR LISTRIK SEDANG TIDAK MEMASAK LISTRIK.

Aku sejenak berpikir. Jangankan pemadaman listrik yang biasa kita rasakan di perumahan, Pembangkit Listrik dengan berbagai macam system yang hebat pun masih mengalami kerusakan saat salah satu systemnya berhenti bekerja.

Kau tahu, ini adalah pemadaman listrik yang terhebat yang pernah kualami. Hampir 3 tahun ini aku bekerja di sebuah pembangkit belum pernah ada pemadaman listrik yang memakan waktu selama ini. Usut punya usut ternyata Dapur kami mengalami gangguan pada system jaringan, bukanlah Sang Koki Listrik bila tak bisa mengatasi masalah dengan segera.

Setelah mendapat aliran listrik bantuan dari Pembangkit terdekat. Dibutuhkan waktu sekitar 4 jam untuk memulihkan aliran listrik yang terputus. Dan akhirnya aliran listrik untuk asrama, kantor menyala kembali. Namun masih butuh waktu yang lama untuk memulihkan semua system.

Aku tak akan menghitung berapa banyak kerugian yang harus ditanggung bagi Dapur Listrik kami karena kerusakan ini. Karena yang paling penting saat ini adalah segera memulihkan system. Tak bisa dibayangkan bukan, berapa banyak rakyat yang kecewa nantinya karena pemadaman yang panjang ini? Lantas segelap apakah malam nanti, kala malam menyelimuti sedangkan listrik pada lampu tak bisa menerangi?

"Selamat Pagi"

Kita semua suka menatap bulan dan bintang, bukan? Menyadari, hei, apa yang akan kita lihat di langit malam kalau tidak ada dua benda ini?

Kita semua juga suka menatap hujan, bukan? Menghela nafas, bertanya dalam hati, berapakah jumlah tetes air yang turun? kalau jumlah tetes hujan yang sepele ini sj kita tidak tahu, kenapa manusia selalu saja merasa congkak.

Kita juga suka menatap lautan, bukan? Mengangguk takjim, teringat petuah lama, lihatlah lautan terbentang luas, lemparkan sekantong tinta hitam, maka dengan lapangnya lautan, tinta hitam itu tidak terasa. Berbeda sekali dengan hati kita, yang setetes kesedihan saja, sudah membuat gelap seluruh hati.

Kita semua suka menatap sungai, bukan? Menggaruk kepala, berpikir, jika kita meletakkan sebuah perahu plastik yg kokoh, berapa ribu kilometer dia akan berpetualang mengelilingi dunia? melihat banyak hal, bertemu banyak hal? Lantas, apakah kita tidak tergerak juga untuk pergi melihat dunia?

Kita juga suka menatap pegunungan, kabut menyelimuti hutan? Sambil merapatkan jaket, berpikir, lihatlah, pasak-pasak bumi sedang bekerja. Tanpa pegunungan, kulit bumi hanya lempeng yg terus berputar tidak terkendali.

Kita semua suka melihat hal tersebut, bukan? Maka terimakasih Tuhan atas segala hal menakjubkan yg telah Engkau ciptakan. Termasuk menatap pagi ini. Cahaya matahari pertama membasuh bumi, gemerlap dipantulkan kaca kendaraan, gedung, atau oleh embun di rerumputan. Wajah-wajah semangat melintas, memulai aktivitas. Terima kasih, Tuhan.

Written by : Darwis Tere Liye
Source      : http://www.facebook.com/notes/darwis-tere-liye/selamat-pagi/433489406701633

Berenang selalu menyenangkan

Berenang selalu menyenangkan. Percayalah! Ya kalau kau tak percaya silakan buktikan sendiri. Saya tak memaksa. Adalah kegiatan rutin bagi saya untuk berenang di kolam saat di kota kelahiran, rasa-rasanya tak lengkap bila tak menikmati sore tanpa berenang.

Apalagi saat deburan air menyeruak di permukaan air, melompat dari atas..ciaat..ciaat.. :D menyatu dengan air, membentangkan tangan dalam air, menghentak kaki ke belakang, berpacu untuk sampai ke seberang kolam. Ah, menyenangkan sekali.

Kemarin Saya, Irsan, Dian dan Teguh mencoba berenang di tempat yang baru, Caroline Island, namanya. Tempatnya 20km dari kota Prabumulih. Disana ada perosotan air yang lumayan tinggi, seru sekali. Meluncur dari atas berseluncur diatas perosotan air lalu terjun ke dasar kolam.

Dan saat sore tiba, saya sadar kalau kulit kami belang macam kulit zebra -_-“ , namun tak apa, capek karena bahagia itu lebih berarti dibanding capek hati. Ah, apalah namanya ini. Yang pasti, saat kau sedang mengalami stress bekerja atau mungkin hilang ide dan inspirasi, maka berenanglah. Menyatulah dengan air, melayanglah di dalamnya, karena setidaknya air bisa membasahi hari-harimu yang kering, menyejukkan hati yang sepi. Selamat berenang! ;)