Rentetan kata-kata meledak saja dari mulutnya. Entah itu
fakta atau sekadar pembelaan atas rasa bersalah. Mata telah buta oleh tembok
kekuasaan. Tangan-tangan besi memukul kebenaran. Memporak-porandakan keadilan.
Rakyat jelata bingung bukan kepalang. Tak bisa bedakan mana
salah, mana benar. Di negeri ini, di tanah ibu pertiwi. Keadilan bak pisau
tumpul bila berhadapan orang-orang besar. Namun bisa menjadi tusukan amat tajam
pada orang-orang kecil. Dimana nurani? Dimana matahati?
Disana mereka berteriak minta keadilan. Disini mereka
menutup telinga rapat-rapat. Menutup mata atas sebuah kenyataan. Disini anak
kecil menangis kelaparan. Disana pesta besar dirayakan. Disini anak kecil
kehabisan susu. Disana mereka asyik mandi susu.Dimana nurani? Dimana matahati?
Kemarin tawa masih menghias wajah kecil. Hari ini kesedihan
menggelayut di ruang mata. Kemarin damai masih berteman baik. Hari ini keadilan
perlahan menjauh. Dimana nurani? Dimana matahati?
Bila esok, lusa kami mati. Kami tak ingin ibu pertiwi
merintih. Kenanglah kami sebagai rakyat yang tanpa pamrih mempertahankan harga
diri dan nurani. Disini, di dada kami, matahati kami tak pernah mati.
*Dapur listrik, 7 April 2013
Ditulis sebagai jawaban atas ketidakadilan hukum di negeri ini.
Ditulis sebagai jawaban atas ketidakadilan hukum di negeri ini.
0 comments:
Post a Comment