Berputarnya waktu akan semakin menambah goresan-goresan
kenangan, perputaran masa membuat jatah hidup di dunia kian berkurang. Usia yang terlewati bagai sebuah daun yang
gugur, ia jatuh ke bumi, tak bisa kembali.
Adalah hal wajar jika kita sangat bergembira melewati sebuah
fase dimana kondisi hidup kita semakin dewasa tapi kita lupa bahwa waktu yang telah dilewati tak akan
pernah bisa berputar kembali.
Ada yang merayakannya dengan meriah, bercampur dengan rasa
bahagia, bertabur bunga, meniup lilin, memotong kue, mengucapkan banyak do’a
lalu berharap penuh akan mimpi-mimpi menjadi nyata. Dan wajah bersemu merah
ketika seseorang memberikan hadiah. Ada juga yang merayakannya dengan
sederhana, memandang keluar jendela, menghitung butiran hujan yang jatuh
sembari mengingat dosa yang telah dilakukannya. Berharap bila saja tetes-tetes
hujan itu mampu membasahi jiwanya yang gersang.
Ada pula yang merayakannya dengan kesunyian, menikmati
hening, memejamkan mata, menajamkan pendengaran, menatap pada semesta hingga ia
bosan dibuatnya. Namun ada pula yang diam, memasang senyum simpul kecil dipipi,
bersyukur pada apa yang telah dimiliki. Ada juga yang bersimpuh, tertunduk malu,
bersujud disepertiga malam, berdoa, meminta berkah umur dan ampunan akan dosa
yang menjamur. Apapun bentuknya, setiap orang pastilah punya cara tersendiri untuk
menikmati momen spesial pergantian usia.
Sejatinya, kita tidak sedang ber-ulang tahun akan tetapi
kita sedang memungut kenangan yang telah tercipta seiring berputarnya waktu, menebas
batang usia hingga akhirnya batang itu habis dan jiwa meninggalkan raga.
0 comments:
Post a Comment