Sejatinya,
aku selalu menyambut hari jum’at dengan hati riang gembira. Jum’at selalu lebih
cerah dari hari lain, tak tahu mengapa. Mungkin hari itu adalah hari istimewa
dibanding hari lainnya.
Hatiku
senang, riang, gembira manakala menatap matahari yang baru hendak terbit di
hari jum’at.
Kenapa? Karena hari itu aku akan mengenakan baju terbaik, mencukur
kumis, memotong kuku dan menyemprotkan wewangian. Tentu saja untuk memenuhi
panggilan Sang Pencipta, menunaikan ibadah sebagai seorang muslim yang baik.
Tapi,
kesibukan bekerja membuatku lupa, lalai memenuhi panggilanNya. Aku mengutuk
diri, seharusnya tidak begini. Panggilan ibadah selalu lebih penting dari
puluhan operasi di dapur listrik. Panggilan ibadah harusnya lebih menjadi
panggilan darurat yang harus segera dikerjakan di awal waktu. Sungguh terlalu!
Aku
menjerit, aku terjepit pada sebuah kenyataan yang harusnya tak boleh terjadi. Aku
kesal, tanganku mengepal ingin melayangkan tinju pada dinding-dinding kesibukan.
Hatiku goyah, manakala berdiri di sebuah arena dunia, dimana putaran waktu tak
kenal ampun. Aku meronta, ingin segera melepaskan tali-tali kesibukan yang kian
hari kian menarik diri jauh dariMu. Aku ingin berlari sekuat tenaga, kembali
mendekat padaMu. Bercumbu denganMu di sepertiga malam yang sendu. Maafkan aku
ya Tuhanku.
Tuhan,
aku lelah melayani keramaian. Setiap hendak menujuMu aku selalu dikalahkan oleh
waktu. Maafkan aku yang sibuk dan membikin asing diriMu. Maafkan aku yang
lengah, terperangah pada entah. Maafkan aku yang penunda, mengabaikan segala
tanda.
Tuhan, semoga Engkau tak marah.
0 comments:
Post a Comment