Pages

“Bintang kedelapan”

Mataku menatap awan malam, beberapa bintang mulai bermunculan sejak senja meninggalkan. Masih di tempat yang sama, seratus dua puluh enam kilometer dari rumah, dua meter diatas tanah, ya tepatnya di balkon asrama.

“Kapan terakhir kali kau menatap bintang?”


Menikmati kerlap-kerlipnya yang berkilau. Aku sudah lupa kawan. Walau terkadang aku bekerja saat malam, itu bukan berarti aku bisa menikmati bintang senyaman ini. Lama kuperhatikan, ternyata mereka memiliki gugusan tersendiri. Ada satu bintang yang menarik perhatian, ukurannya lebih besar, kerlipan yang menawan. Apa itu bintang kejora? Yang sering disebutkan orang? Aku hanya mendengar, wujudnya seperti apa aku tak tahu.


Coba hitung berapa banyak bintang yang hadir malam ini. “Mari kita mulai menghitung, satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh, sebelas,..hei ada tiga lagi yang muncul di utara, dua belas, tiga belas, empat belas”..”wah bintang yang hadir malam ini ramai sekali teman”..”lima belas, enam belas, tujuh belas, delapan belas, sembilan belas, dua puluh, dua puluh satu, dua puluh dua”. Sudah cukup, cukup, jari-jariku tak mampu menghitung mereka, mataku juga bingung membedakan mana bintang yang sudah dihitung dan yang belum. 


“Kau tak ingin melihatnya?” Bagiku fenomena alam yang sering terjadi dialam jagad raya selalu berhasil menarik perhatian, seperti; hujan, pelangi, sinar mentari, awan biru, senja merah, langit malam, bulan setengah dan bintang berkelipan.


Ah, ingin rasanya aku terbang ke angkasa malam ini, mengambil beberapa gugusan bintang dan meletakkannya di dalam kamar, lalu terjun bebas dari atas angkasa ke permukaan bumi bertemankan desiran angin malam yang bertiup kencang. Aku terbang, melambung tinggi, menghilang dalam kegelapan lalu muncul dari balik gugusan bintang yang bersinar. “Siapa kau?” Tanya satu bintang yang memandangku penuh tanya. “Akulah bintang kedelapan”.

0 comments:

Post a Comment