Pages

Malam Anugerah Pena Sumsel Gemilang 2012

Berdoalah kepada Tuhan, maka Dia akan mengabulkan”.

Akhirnya Tuhan mengabulkan salah satu permintaanku untuk bertemu dengan penulis idola, Darwis-Tere Liye.  Meski pada awalnya Bang Darwis sudah memberitahukan tentang ketidakpastian akan kehadirannnya karena sakit radang tenggorokan via facebook, saya tetap memutuskan untuk berangkat menuju kota pempek itu. Dengan semua persiapan matang hari itu juga saya berangkat dan berharap bahwa Bang Darwis akan memutuskan untuk menghadiri acara tersebut, Malam Anugerah Pena Sumsel Gemilang 2012 di hotel Aryaduta.


*foto saat pemberian hadiah kepada para pemenang lomba cerpen oleh Benny Arnas.

Keesokan harinya, Bang Darwis memberitahukan perihal kehadiran dalam acara itu. Aku sangat bersemangat sekali, antusias ribuan kali untuk bertemu dengan Penulis idola satu ini. Tibalah saat yang ditunggu, acara dimulai dengan pentas seni “Sumeks engtai” yaitu pertunjukkan drama singkat yang diperankan oleh siswa/siswi tingkat SLTA di Palembang. Mataku melihat sekeliling, mencoba menganalisis wajah-wajah peserta yang hadir, menerka mungkin barangkali itulah Sang Idola, Bang Darwis.
Bola mataku terhenti di sudut sebelah kanan tepat di kursi depan. Seorang pria yang memakai kupluk berwarna coklat, mengenakan kemeja bergaris biru dilapisi sweater berwarna coklat bertuliskan “Bandung”. Aku langsung bisa menerka, “nah itu dia!”

*foto bareng Bang Darwis dan para pemenang lomba cerpen


Sesekali Bang Darwis sering terlihat ke belakang, mungkin karena kondisi fisiknya yang kurang begitu fit. Ia sering meletakkan kepala diatas meja, ditopang dengan kedua tangannya. Aku tahu, dia sangat tidak nyaman dengan kondisi fisiknya malam itu.

Tibalah giliran Bang Darwis itu tampil ke panggung, bersama seorang cerpenis terkenal, Benny Arnas. Kedua penulis tampil ke depan, berbagi motivasi atau sekedar interview layaknya acara Talkshow kebanyakan. Setelah acara itu selesai mereka kembali ke tempat duduk masing-masing. Bang Darwis yang sedari tadi kuperhatikan entah kemana akhirnya memutuskan pergi ke belakang lagi.
Naluriku berkata inilah saat yang tepat untuk bertatap muka dengannya. Aku pun menyusulnya dari belakang. Dan..taraaa.. seorang Darwis-Tere Liye penulis novel terkenal itu tepat berada satu meter didepanku. Beliau yang duduk sambil kepalanya berada diatas meja itu menatapku kosong. Aku langsung mengulurkan tangan, berjabat tangan.

“Saya Agus, Bang”.

“Darwis”. Dijabatnya tangan saya.

“Abang bener waktu SMP sekolahnya di Lahat?”

“Iya, bener”

“Saya juga sekolah di Lahat, Bang. Saya jauh-jauh dari kota Lahat ke Palembang pengen ketemu Abang”.
Beliau menganggukan kepala sambil tersenyum.

“Kamu sekolahnya dimana?”

“Saya SMPN 2 Lahat, Bang”.

“Oh, saya di Bungamas-nya”

Lantas aku mengeluarkan Kamera poket dari saku.

“Bang, boleh saya minta foto bareng?” Ajakku.

“Oh, maaf tidak. Saya tidak mau foto bareng, kenapa kamu tidak foto bareng sama mbak ini saja”. Ucapnya sambil melirik seorang gadis yang kebetulan duduk di sampingnya.

Aku pun menyeringai kecut. Menarik kembali kamera poket.
“Nah, lain halnya kalo kamu masih anak kecil, saya mau foto bareng”. Dan peserta lain yang kebetulan berada di dekat itu ikut tertawa.

Aku pun tambah menyeringai kecut tiga belas kali. Mengutuk dalam hati.

“Baiklah kalo begitu, terima kasih Bang. Cepat sembuh”.

Beliau mengangguk lagi.

Aku langsung balik kanan dan meninggalkan tempat Bang Darwis duduk. Sambil mengepal tangan, seolah tak percaya akan hal yang barusan kualami dan kembali ke tempat duduk.

“Sudah dapat foto barengnya?” Danu bertanya.
Aku mendengus sebal lantas menceritakan hal tersebut pada Danu. Danu yang ikut kuajak dalam acara itu hanya tertawa geli mendengar ceritaku. “Ah, sudahlah lupakan saja”. Pikirku.

Setidaknya, Tuhan telah mengabulkan doaku untuk bertemu dengan Beliau. Terima kasih Ya Allah swt. Lantas apa selanjutnya? Sebetulnya acara tersebut belum selesai kami langsung pulang keluar mengingat waktu sudah cukup larut.

Dengan ditolaknya ajakanku untuk foto bareng, mungkin secara tak langsung Bang Darwis mengajarkan padaku untuk tidak terlalu mengidolakan seseorang. Seorang Darwis pun juga tak ingin terlalu dielu-elukan oleh para penggemarnya yang hanya akan membuat beliau menjadi keras kepala. Itulah yang sering dituliskannya pada halamannya http://www.facebook.com/darwistereliye .

Seorang Darwis-Tere Liye, yang lahir di kota Kikim Timur 33 tahun lalu yang telah membuat pikiranku terbuka lewat sebuah novel yang ditulisnya, berjudul “Kau, Aku dan sepucuk angpau merah” itu akhirnya menjawab impianku untuk sekedar berbincang singkat dan berjabat tangan. Terima kasih Bang Darwis, semoga selalu dianugerahi kesehatan untuk terus menulis,yang selalu mengajak pada kebaikan. Terima kasih.

Meski tak bisa foto bareng, saya sudah cukup senang. Ya barangkali, dilain kesempatan kita bisa ngobrol lebih lama lagi. Terkadang tidak setiap momen harus diabadikan lewat foto. Ada momen tertentu yang lebih indah untuk diabadikan lewat kenangan saja. Aku dan Danu bergerak meninggalkan gedung hotel Aryaduta kembali menelusuri jalanan kota Palembang yang warna-warni karena cahaya lampu jalan.


Palembang, 29 Desember 2012.

Catatan akhir tahun

Daripada memusingkan masalah yang menghampiri kita hari ini. Kupikir ada baiknya bila merenungkan hal-hal bahagia yang pernah kita lewati. Mengambil jarak diantara cela waktu yang sempit, menghela nafas sambil berpikir sejenak. Apakah kau masih ingat apa saja pencapaian gemilang yang sudah kau raih tahun ini?

Sesekali menengok ke belakang tak ada salahnya. Mengoreksi kesalahan yang telah dilakukan sebagai bahan ajar untuk proses perbaikan diri. Mengingat prestasi yang pernah diraih dan berpikir bagaimana caranya untuk meningkatkan prestasi yang lebih baik lagi.

Satu tahun itu terasa singkat sekali, kawan. Yang dulunya masih anak-anak, eh tau-tau sudah punya anak. Yang dulu masih bisa bersenda gurau dengan kita, kini sudah pergi untuk selamanya. Pertemuan dengan orang kita kenal, kini dijawab dengan perpisahan. Rentang masa satu tahun itu seperti tak cukup untuk menjelaskan semua hal yang pernah dilewati.

Waktu cepat sekali berputarnya. Dan saat ini, aku berdiri dipenghujung tahun yang dipenuhi dengan rinai hujan, biru yang sering bersembunyi dibalik gelapnya awan dan pelangi enggan untuk bertemu.
Aku sering sekali mendengar, membaca dan berjalan di sekeliling orang yang suka sekali menjadikan awal tahun sebagai resolusi terbaru, meletakkan sebuah harapan pada angka 1 januari. Tak ada yang salah memang. Harapan-harapan itu memang selalu harus dijaga untuk mewarnai hari kita. Tapi tidak bagiku, aku lebih suka meletakkan harapan, impian itu dalam hati, menggenggamnya erat-erat  dan bertekad penuh untuk mewujudkannya. Cukup tekadkan dalam hati, lalu lihatlah apa yang akan terjadi. Apa bedanya akhir tahun dan awal tahun jika kita hanya menatap pagi yang datang dengan tatapan kosong, hampa tanpa ada harapan.

Tak perlu menunggu hingga awal tahun untuk mewujudkan mimpi atau meletakkan harapan pada dentang jam 12:00 tepat. Kenapa masih suka menunda impian besar hingga nanti jika bisa dilakukan saat ini? Penundaan itu menunjukkan bahwa kita tak sungguh-sungguh untuk mewujudkan impian itu.
Baiklah, sekedar bernostalgia agar kita bisa bernafas lega dan tersenyum bangga. Mungkin kau bisa mencontoh hal yang kulakukan saat ini. Ya, benar sekali. Menuliskan semua hal yang kau pikir sebuah peristiwa fenomenal/prestasi hingga hal yang tak terlupakan dari awal tahun hingga hari ini. Langsung saja!

Januari:
-          Hadirnya sepeda biru, teman setia yang mengantar saya pergi-pulang kerja
-          Naik pangkat jadi Senior Operator di tempat kerja sejak hadirnya banyak pegawai baru. Gaji naik juga gak ya? Hehe..
-          Ide nulis novel lahir, lalu lebih giat lagi nulisnya.
Mei:
-          Ujian kuliah semester 2 dimulai. Sibuknya jadi anak kuliah.
Juni:
-            Berkunjung ke sekolah, setelah 3 tahun tak lagi menginjakkan kaki di dalamnya. Silaturahmi dengan bapak-ibu guru, sekalian legalisasi ijazah sekolah.
Juli:
-          Impian pengen pasang box di motor kesayangan akhir kesampaian juga. Si-BYSON tambah seksi sejak dipasang box. Setiap pulang ke rumah, box selalu terisi penuh dengan banyak makanan masakan khas Emak, :p
-          Jadi, anak bujang kudu bantu beres-beres rumah, terutama saat kemarau. Juga kebagian jatah buat nguras sumur, capeknya.
Agustus:
-          Seperti tahun sebelumnya, menikmati buka puasa dan sahur di tempat kerja.
-          Ulang tahun yang ke-17 tahun, eh salah. Maksudku yang ke-21 bro, 8)
-          Tahun ini akhirnya dapat jatah cuti, dikasih ijin oleh si Kapten. Akhirnya bisa juga kumpul bareng keluarga saat lebaran. :)
-          Untuk pertama kalinya dapat kado spesial dari “Stroberrie”, ya, kado ulang tahun. Terima kasih, kadomu masih tersimpan dengan baik.
Oktober:
-          Kesehatan badan tumbang terserang demam, 3 hari terbaring sakit.
-          Angsuran motor kesayangan lunas.
-          Peluncuran perdana novel “Sang Koki Listrik”. Gak kebayang sebelumnya bisa nulis satu novel. Alhamdulillah.
November:
-          Pemberian satu eksemplar novel kepada Perpustakaan Kota Lahat, sebagai dedikasi kepada kota kelahiran.
-          Ujian kuliah semester 3 dimulai. Jadi anak kuliah selalu penuh warna! Semangat!
Desember:
-          Kesehatan badan tumbang lagi, 4 hari terserang demam. Sungguh memilukan.
-          Pemahaman yang baik itu datang, memutuskan untuk tidak berpacaran. Melepaskan apa yang kuyakini sebagai kekasih sejati. Merelakannya pergi dan percaya bila berjodoh dia akan kembali dengan cara baik dan terhormat. :’)
-          Menyibukkan diri, belajar lebih giat, bekerja lebih tekun, dan meletakkan harapan besar untuk bisa menyelesaikan novel dwilogi “Sang Koki Listrik” tahun depan. Semoga tercapai. Aamiin.

Nah, itu saja pencapaian yang bisa kuraih tahun ini. Semoga apa yang kau raih lebih gemilang dari milikku. Dan kita berharap semoga hari esok kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik, bertambah ganteng/cantik hatinya, selalu menjadi kebanggan orang tua, keluarga dan sahabat, gemilang prestasinya. Aamiin. ;)

PUISI: Emak tercinta

Emakku wanita yang sederhana
Tak pernah sekalipun dia
Berkata indah tentang wacana
hidup ini seperti apa
Apalagi bicara banyak teori
seperti artikel di majalah wanita

Emakku adalah perempuan desa
Tak mengerti apa itu kesetaraan
Atau protes tentang berbagi peran
Meski sesekali ungkapkan pikiran
Keinginan Bapak adalah sebuah keputusan

Emakku bukanlah wanita tegar
Mudah sekali jatuh air matanya
Saat Bapak alami kendala
Atau anak-anaknya terluka

Emakku tak sehebat yang kau kira
Ijasah SD pun tak punya
Apalagi untuk kuliah esdua
Hanya bisa membaca, menghitung angka
dengan sederhana

Tapi yang kutahu
Dia sangat sayang padaku
Berikan terbaik yang ia mampu

Yang aku tahu
Dia rajin berdoa
Untuk kebahagiaan keluarga

Yang aku mengerti
Dia sangat mencintai suami
Memeluknya dalam bakti
Dan mencintai kami hingga nanti

Muara Enim, 12212012
-Sang Koki Listrik

Ketika lilin menyala

Meski tidak adanya setrum listrik yang menyalakan lampu. Kita masih bisa menggunakan api untuk menyalakan cahaya dari lilin, lampu meja atau api unggun. Lantas bermain –main dengan bayangan jari yang kita mainkan, menirukan bentuk hewan, seperti: burung, kambing, ular dan sebagainya. Tertawa riang karena bayangan yang dipantulkan hampir sama dengan hewan yang kita tirukan.

Saya ingat sekali momen seperti ini ketika kota saya waktu dulu sering melakukan pemadaman listrik bergilir. Dan saya yakin beberapa dari kita amat merindukan momen  ini. Kita amat menyadari bahwa sebuah cahaya amat berharga ketika malam tiba.

Di dunia ini ada banyak sekali kebahagiaan yang timbul dari peristiwa biasa yang kita remehkan. Jadi, sambil menunggu listrik menyala kembali, lebih baik kita menyalakan cahaya lilin, bermain bayangan dan berharap penuh semoga pemadaman listrik cepat berakhir.

Tak perlu mencari kambing hitam, tuduh sana-sini, mencari kesalahan kenapa bisa listrik padam atau sebal karena tak bisa nonton tv dan sebagainya.

Karena sejatinya, listrik yang padam itu tak pernah lama. Coba bandingkan dengan lama waktu listrik yang menyala? Yang paling kita takutkan itu apabila tak ada lagi cahaya dalam hati kita. Maka gelaplah semuanya.


Muara Enim, 18122012
-Sang Koki Listrik

Tersengat listrik cinta

Malam ini saya telah membuat satu keputusan yang amat besar. Keputusan yang telah lama kupendam yang menjadikan diri ini terlalu lama terjebak dalam lubang nista dan kekejian. Malam ini pula kuserahkan semuanya pada Sang Pencipta. Sebelum semuanya terlambat dan menjadi sebuah penyesalan.
Lalu, sebuah pesan singkat kukirimkan ke nomor hape seorang gadis berkerudung biru pujaan hati nun jauh disana. “…*Semoga paham”. Kalimat terakhir pesan itu.

Tunggu, ini bukanlah pesan apa-apa, bukan juga pesan kegalauan yang biasa kita baca juga bukan pesan gombalan kelas ikan teri lainnya. Ini pesan singkat yang lahir dari hati seorang “Koki Listrik”, yang hatinya baru saja tersengat aliran listrik cinta 100 kV.  Hei! Saya sedang serius, tidak main-main!
Sungguh menyengat sekali, bahkan aku hampir tak bisa bernapas. Aliran darah saya kejang beberapa detik, berhenti. Jantung saya berhenti berdetak. Hampir pingsan. Dan saya yakin, apa yang baru saja saya lakukan itu akan membawa kebaikan. Semoga. Semoga. Semoga.

Tak ada angin, juga tak ada hujan, yang ada hanya teriakan Supporter bola saat pertandingan SFC VS AREMA di televisi, yang skornya baru 1-0. Dan tiba-tiba hikmah itu ada datang begitu saja. Saya tak ingin terlalu lama menunda kebaikan ini. Segera saja kusampaikan.

“Jika kau mencintai seorang gadis, jangan dipacari. Lamarlah dia”. Itulah pesan pak Ustad yang masih kuingat selepas sholat maghrib beberapa waktu lalu. Karena saat ini saya belum siap menikah, maka saya putuskan untuk TIDAK BERPACARAN. Karena, semakin ditimang-timang pacaran hanya semakin melemahkan hidup saya.  Sungguh terlalu! Cinta tidak mengajari kita lemah, kawan. Tetapi membangkitkan semangat.

Apalah itu pacaran, berdua-duaan, beri hadiah/kado ini itu, sungguh saya malu kalau ingat masa-masa itu. Buang-buang waktu, buang-buang duit.

“Bukankah hakikat mencintai itu adalah melepaskan? Semakin sejati ia, semakin tulus kau melepaskannya. Percayalah, jika memang itu cinta sejati kau, tidak peduli aral melintang, ia akan kembali sendiri padamu. Banyak sekali pecinta di dunia ini yang melupakan kebijaksanaan sesederhana itu. Malah sebaliknya, berbual bilang cinta, namun dia menggenggamnya erat-erat."

Nah, jika memang belum siap menikah. BERHENTILAH BERPACARAN! Lemparkan jauh-jauh perasaan itu. Tunggulah disaat yang tepat dan ketika semuanya sudah siap. Jika memang ia yang kau cintai tak kembali, semoga Allah akan menggantinya dengan seseorang yang lebih baik lagi. Percayalah, Allah akan memberikan jalan yang terbaik untuk umatnya yang bersabar.

Mulai saat ini, saya berjanji untuk menyibukkan diri, memuliakan orang tua, keluarga, belajar dengan giat dan semangat untuk meningkatkan kualitas iman dan diri, bekerja yang giat penuh semangat supaya punya modal untuk membangun sebuah rumah lalu melamar gadis yang saya cintai. Semoga. Aamiin.

Setelah semua ini, semoga hati saya akan menjelma menjadi sepotong hati yang baru. Sepotong hati yang lebih tangguh, kuat dan hebat dalam menghadapi kerasnya hidup dan tahan banting terhadap arus kehidupan sosial yang sudah carut-marut bentuknya. Ya Tuhanku, Maha membolak-balikkan hati manusia, jagalah selalu cintaku pada-Mu. Aamiin.


Muara Enim, 16122012
-Sang Koki Listrik

PUISI: Seonggok daging lemah

Tetesan lelah, segumpal rasa muak nan membosankan tertinggal disana
Diatas tempat tidur berukuran 2x1 meter itu
Berhari-hari terbaring membusuk menanti kepastian hidup
Bahkan segala aroma menyatu disitu

Mata ini seharian menatap langit-langit kamar
Sedetik pun tak terpejam menyaksikan sinar lampu yang bersinar rapuh
Raga ini terbaring kaku
Tapi jiwa melayang terbang menembus dimensi waktu

Mereka  datang satu per satu menengokku
Memandangi seonggok daging berselimut tebal
Berbibir putih beku lagi bermata sayu
Mereka bilang: “Semoga lekas sembuh”
Aku tersenyum bisu
Wajah-wajah itu menghiburku

Kini, semua itu sudah tertinggal jauh
Tenggelam dalam tetesan hujan yang menggila
Hanyut ditelan putaran roda waktu
Terkikis oleh gesekan gigi kehidupan

Aku tak ingin lagi kembali ke titik itu
Dan malam ini secangkir coklat menjadi sahabat
Bersama dentingan dawai gitar membawaku ke penghujung malam yang penat

PUISI: Desember yang cengeng

Desember ini terlihat lebih cengeng dari biasanya
Ia tak henti-henti menangis
Tangisannya membasahi permukaan kota
Rintihannya membangkitkan kenangan lama

Di tempat yang berbeda kita duduk memandang air yang jatuh
Menyaksikan tetes-tetes yang merelakan terjun ke permukaan tanah
Terhempas, terpercik, mengalir bersama arus kerinduan

Di bawah langit yang sama, kita terpaksa harus berpisah
Beranggapan bahwa kita memiliki dunia yang berbeda
Padahal kita hanya kehilangan sebuah payung
Yang dulu membuat kita tetap berjalan bersama dalam rintihan desember

Hujan bulan desember ini kembali mengingatkan
bahwa kita memiliki matahari masing-masing
yang menjadi teman cerita hangat ketika kedinginan

Kini semua tak lebih dari kenangan saja
Berjanjilah untuk tidak lebih cengeng daripada langit musim hujan
Aku tak memaksa

Biarlah kita berdiri di tempat masing-masing
Menunggu sambil menikmati hingga desember bosan menangis
Sementara aku tetap menulis aksara hujan
Dan sebuah kenyataan bahwa kau ada dan sehat saja disana.

Mencintai adalah melepaskan

Mencintai seseorang itu adalah hak setiap manusia, namun memiliki seseorang yang kita cintai tanpa ikatan resmi itu bukanlah hak kita. Jangan pernah takut melepaskan sesuatu yang belum berhak kita miliki

Jika Allah memang menjadikan ia untuk kau miliki dia pasti akan kembali. Kita tak pernah tahu skenario apa yang telah disusun-Nya. 

Namun, bila ia tidak kembali, percayalah Allah akan mengganti dengan yang jauh lebih baik dari yang sekarang kita cintai. Jangan pernah takut kehilangan sesuatu yang jelas-jelas bukan menjadi hak kita, jangan kau tangisi apa yang bukan milikmu.
Mari belajar istiqomah!

PUISI: Hujan semalam

Aku terperangkap dalam ruang gelap nan kosong

Memandang luas pada tetes hujan yang jatuh dari sela-sela daun jendela

Kilatan cahaya membelah langit

Membentuk garis lurus diantara dimensi waktu yang sempit

Gemuruh air menikam hati

Membasahi kenangan lama yang mati

Malam ini aku tak hanya ingin memandang hujan yang sepi dari balik jendela tua

Biarkan aku terlelap sejenak

Tenggelam diantara suara hujan yang merintih kesakitan

Menghirup udara dari setiap jengkal tanah yang basah

Mencoba mengingat semua kenangan manis yang tercipta

Bercumbu dengan hembusan angin

Membisikkan kedamaian dalam diam

Semangat itu harus menyengat!

Halo semua, salam Blogger!

Akhirnya saya bisa menulis setelah kesibukan yang menyita waktu. Kali ini saya akan bercerita singkat tentang awal menulis ‘Sang Koki Listrik’

Langsung saja! Saya mulai menulis dari awal tahun ini hingga bulan september akhir, lalu pada bulan november itu saya melakukan editing naskah, desain sampul, urus isbn hingga penerbitan. Saya bersyukur, akhirnya novel perdana saya selesai. Betul sekali, kurang lebih sepuluh bulan novel itu ditulis, sungguh melelahkan sekaligus menyenangkan!

Pertama kali, saya hanya menulis tentang hal-hal yang ada di kepala, sungguh tidak ada niat sama sekali untuk menulis sebuah novel. Apalagi kalau lihat kondisi saya, seorang Blogger amatiran yang bekerja shift, yang liburnya tak menentu, menyelesaikan sebuah novel adalah hal yang sulit, itulah yang saya pikirkan waktu itu.

Lalu tiga bulan berikutnya, ide cerita itu menghampiri saya begitu saja dan membuat saya semangat sekali untuk menjadikannya sebuah novel. Dengan semangat yang menyengat, niat yang kuat dan aksi yang nyata, saya tuliskan ide, alur cerita, plot, setting dan sebagainya. Ketekunan menulis serta komitmen untuk menyelesaikan cerita itu serta dukungan banyak dari orang-orang yang peduli; seperti keluarga, sahabat dan rekan kerja. Akhirnya saat ini, saya bisa tersenyum bahagia sambil memeluk sebuah novel yang saya tulis di sela-sela kesibukan bekerja. :)

Sebagian kita mungkin sering mengalami masa-masa stuck/jalan buntu/kehilangan ide menulis dan sebagainya, bukan? Saya juga mengalami hal yang sama. Tapi saya punya tips yang sering saya gunakan ketika mengalami kebuntuan seperti itu. Hasilnya manjur!

Setiap kali kehilangan ide saat menulis maka saya memutuskan untuk menutup file draft novel rapat-rapat, berjanji akan melanjutkan tulisan saya besok hari lalu pergi tidur. Dan besok-besoknya saya menyibukkan diri untuk melakukan olahraga, main futsal bersama teman, berenang, bersepeda dan bermain gitar. Setelah kesibukan berolah-raga itu saya selesaikan, maka dengan hati bahagia serta perasaan senang, saya kembali membuka file draft novel saya pelan-pelan lantas melanjutkan tulisan yang tertunda. :) Coba deh ikuti saran saya, nanti rasakan feel-nya! ;)

Memang, menyelesaikan sebuah tulisan itu tidaklah semudah membacanya. Namun, melanjutkan tulisan sedikit demi sedikit secara rutin, kupikir dua novel-pun bisa kita selesaikan sekaligus. Memang, menulis itu membutuhkan kesetiaan dan komitmen yang tinggi! Kita harus menanamkan prinsip ini dalam hati, tak peduli sedang mood atau tidak, menulis haruslah tetap menjadi rutinitas yang menyenangkan!

Banyak orang bilang ide itu tidak bisa dicari, tapi kadang ide juga tak jarang menghampiri diri kita sendiri. Tentu saja dari tempat yang tak biasa kita datangi, hal-hal sepeleh yang biasa kita hiraukan. Kadang ide itu datang begitu saja, bisa di toilet, halte bus, saat mengikat tali sepatu, lampu jalan, melihat anak kecil bermain layang-layang, menatap awan, memandang hujan dari balik jendela, dan sebagainya. Kalian tahu? ide ‘Sang Koki Listrik’ ini muncul ketika saya harus membuka sebuah valve steam manual saat hujan deras dan ketika itu pula seragam saya basah kuyup. Namun saat itulah saya merasakan titik dimana ketangguhan Sang Koki Listrik diuji, ketika suara guntur memecah langit, angin yang bersenandung dengan uap chimney. Sebuah ide hebat lahir dari putaran valve yang baru saja kubuka. Percaya atau tidak, ide itu bertebaran dimana-mana, yang kita butuhkan adalah melihat dari sudut pandang yang tak biasa.

Nah, untuk teman-teman yang akan/sedang menulis novel boleh berbagi pengalaman dan tips menulisnya. Saya bukanlah penulis yang hebat, saya masih harus belajar dari kalian semua. Dan akan lebih menyenangkan sekali bila kita bisa mengambil hal positif dari setiap pengalaman penulis. Ayo, mari berbagi kisah. :)

*Sekarang saya sudah punya halaman baru silakan klik/like www.facebook.com/kokilistrik

Terima kasih. :)

Salam setrum,


Sang Koki Listrik

Pagi adalah awal

Layaknya mentari pagi yang bersinar penuh semangat seperti itulah masa muda. Bersinar cerah.

Langit biru nan menawan dan awan yang bergumpal seperti itulah mimpi kita, penuh warna. Masa muda adalah pagi yang indah. Disanalah mimpi-mimpi besar tercipta dari tidur panjang yang lelah. Betapa beruntungnya mereka yang masih muda. Harapan dan impian masih tercipta, aliran darah masih mengalir dengan derasnya, langkah kaki yang kuat dan tak goyah.

Mumpung masih pagi, kencangkanlah ikat pinggang, kepalkan tangan lebih keras lagi, belajar dan bekerja lebih giat lagi. Karena masa muda itu singkat sekali.

Aku (tak) ingin mencintaimu

Aku tak ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu. Atau seperti angin yang mengisyaratkan awan untuk menurunkan hujan. Aku juga tak ingin mencintaimu seperti kuku, yang kecil namun selalu tumbuh.

Jangan pernah berharap bahwa aku akan rindu pada pelangi sehabis hujan dipenghujung tahun ataupun senja yang merona di ufuk barat. Cintaku tak sama dengan mereka. Aku hanya ingin mencintaimu dengan cara berbeda. Seperti aliran listrik yang tak kau ketahui bentuk dan rupanya, namun bisa kau sadari  setiap denyut kehadirannya.

Ya, seperti itulah aku ingin mencintaimu seperti lampu pijar yang memelukmu dengan sinar konstan. Yang menerangi ruang hatimu ketika malam menjelang, yang kau matikan ketika terang datang.

-Sang Koki Listrik

PUISI: Lelaki Pejalan Kaki

Menapaki lorong kecil di pagi hari
Saat sang surya menerangi bumi
Tas sandang dan sepatu hitam yang telah habis sebelah
Menuju ke sekolah dengan senyum kecil di wajahnya
Seolah dunia tersenyum padanya

Saat sang surya meninggi
Panas sinarnya menjadi teman setia
Kulit yang hitam dan cucuran keringat
Menemani perjalanan kakinya
Tak ada yang dapat dibanggakannya saat itu
Selain menjadi pelajar yang bahagia
Dengan semua pelajarannya

Saat kaki telah letih
Ada keinginan seperti mereka
Mengendarai kuda besi ke sekolah
Atau semacamnya yang dapat ditunggangi
Namun semua itu hanyalah ilusi
Yang selalu mengusik mimpi

Akulah lelaki pejalan kaki
Yang hidup dengan sebuah mimpi
Untuk meraih cita dan prestasi

Akulah lelaki pejalan kaki
Yang setiap hari berjalan menapaki hari
Untuk menemukan jati diri

Akulah lelaki pejalan kaki
Yang tak pernah letih

(China, January 9, 2010)

PUISI: Langit dan Biru

Jauh sebelumku mengenalmu

Langit sudah membentangkan biru

Meski angin sesekali menderu

Dan awan yang bergerak malu-malu

Langit tetaplah biru

Aku langit, kau lautan biru

Kaulah seorang yang mewarnai hariku

Langit kita terbentang luas

Menyelimuti duniaku dan duniamu

Kita, mereka, kau dan aku

Semua berada dibawah langit yang satu, langit biru

Sejauh apapun langkah berpacu

Langit akan menaungi kita selalu

Dengan lautan biru dimataku

Langit diatas kepalaku

Dan angin yang berhembus dibelakangku

Kisah kita akan tetap terukir dibawah langit biru

Balonku ada 5

Coba ingat-ingat kembali lirik lagu yang satu ini. Lagu saat kita masih kanak-kanak dulu. Saya yakin, kita masih ingat benar dengan lagu yang satu ini, mungkin sudah dijadikan lagu favorit saat masih duduk di bangku TK/SD dulu. Liriknya begini:

Balonku ada lima

Rupa-rupa warnanya

Merah, kuning, kelabu, merah muda dan biru

Meletus balon hijau

DOOOR!

Hatiku sangat kacau

Balonku tinggal empat, kupegang erat-erat



See? “ Merah, kuning, kelabu, merah muda dan biru”, coba hitung ada berapa balon? Ya 5 saja. Pada bait ke-4 “Meletus balon hijau”. Oh come on, there’s no green balloon! Dan kemudian hatinya pun jadi kacau karena balonnya tinggal 4.  :D

Hahaa.. :D saya geli sendiri kalau lagi dengar keponakan saya nyanyi lagu ini. Ya, meski nadanya indah dan enak didengar menurut saya lirik lagu ini penuh kebohongan. Kalau suatu saat ada keponakan yang tanya kenapa? Sebaiknya jelaskan saja. Jangan pernah ajarkan kebohongan pada anak kecil, sekecil apapun itu. Nah, giliran kita yang dewasa untuk mendidik para generasi muda, tunas bangsa yang baru saja hendak tumbuh berkembang  itu menjadi generasi penerus yang baik, generasi yang hebat yang nantinya akan menjadi sebuah pohon dengan daun rindang yang memayungi banyak orang.

Masih seputar lagu anak-anak. Jujur saja, ketika saya masih kecil saya lebih suka menyanyikan lagu “Naik-naik ke puncak gunung”. Meski waktu itu saya sangat susah untuk menghafal liriknya, tapi saya senang untuk menyanyikannya meski liriknya harus diganti "laa..laa..laaa.. atau naa..naaa..naaa.." Ah, ternyata saya baru sadar kalau masa kecil itu cepat sekali berlalunya. :)

Dulu saat saya masih kecil, kupikir menjadi besar dan tumbuh dewasa itu sulit. Bahkan saya tak mau untuk menjadi besar dan dewasa. Terlalu banyak masalah, pola pikirnya panjang sekali dan lain-lain.  dan sekarang, seiring perputaran masa dan pertukaran waktu akhirnya waktu sendirilah yang menjawab semuanya. Tumbuh besar adalah suatu siklus kehidupan dan dewasa adalah suatu pilihan. Umur saya saat ini bukanlah angka yang kecil lagi, sudah sepantasnya memantaskan diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Belajar dan bekerja lebih giat, meraih impian dengan semua keterbatasan yang ada, dan tetap melangkah meski harus merangkak!

Ingatlah kawan, masa kecil itu amatlah singkat. Bermain bersama teman-teman, bermanja-manja dengan orang tua semua itu adalah momen yang amat berharga. Masa muda adalah masa yang amat berharga, ketika semua impian tertanam dibenak jiwa, ketika darah bergejolak penuh semangat. Masa tuamu adalah hasil cerminan dari masa mudamu. Jika kita ingin memiliki masa tua yang indah, maka indahkanlah masa muda dengan banyak hal positif, belajar, bekerja, berbagi, banyak mendengar dan menerima nasihat-nasihat yang baik dari orang bijak. Memang, pada akhirnya manusia akan menjadi tua dan renta lalu mati. Namun, akankah lebih baik ketika suatu saat nanti kita mati, orang-orang yang kita tinggalkan mengenang kita sebagai seorang pribadi yang baik? Hidup itu amat berharga kawan, lebih berharga dari apa yang kau duga sebelumnya. Semoga hidup kita  lebih bermakna.

Another day, another trouble

“Time flies so fast”. Yes. Exactly. More than 2 years I’ve been work in the Power Plant. So many stories, experiences, knowledge was carved inside. As an Operator who work in Power Plant especially in Fuel System sometimes make me feel so dizzy, stress even mad. O yeah? Some of you maybe doesn’t realize about this thing. How hard operators work to keep up electricity running well without any problems, keep equipments running normal and so on. Don’t you know, everytime you turn on the light, turn on television, start air-conditioner and any electric equipments those thing using an electricity and power plant is as source. And we are working for it.

I could say that, working in power plant is not easy as you think, because what we need is learn more, practice more and have some efforts to make it easyly. Every trouble that approach during working must be resolved normaly. And then the way to re-normalized condition after get some trouble is the most important thing that need team-work, spirit and responsibility of each operators.

Last time, we got some trouble when feeding coal operation running. The coal which delivered by conveyor got stuck and make some blocked area inside the coal hopper. Slowly, blocked area getting serious and it make coal run-out of belt. At that time I’m in control room saw this accident at CCTV camera, I took action to stop equipments immediately. What’s next? Equipments are shutdown, at least 3 tons coal run-out from conveyor in 20 seconds. After that we solved this trouble, we are as team clean the coal hopper together. We took some tools and clean it by our hands. It was AWESOME!

In any cases, sometimes we play firework, do flame off fire, play with the heavy rain and many things that scared. God gave this troubles for us to gave some wisdoms and lessons, that we need to think about. Trouble is just trouble but after that, we just seeing blue sky and such a beautiful sunrise and sunset during working. And realized that what a wonderful this world. Another day, another trouble. That’s my life! :)

So guys, dare to meet a new trouble tomorrow?

16th Month

Teruntuk dirimu yang selalu menemani perjalananku

Sayang, layaknya sebuah magnet dengan kutub utara dan selatan, kehadiran kita saling tarik-menarik
Kau butuh aku, aku pun begitu

Tak peduli keringat yang menetes ataupun darah yang mengalir kita lalui dengan senyuman

Tak peduli siang atau malam, hujan ataupun terik kita selalu bersama

Kehadiranmu dihidupku telah membuat banyak kenangan tak terlupa

Jalan yang berlumpur, terjal, tanjakan dan menurun kita tetap lalui dengan sukacita

Sayang, cintaku padamu ada di setiap meter jalan yang kita tempuh

Lihatlah angka yang tercipta, sudah berapa jauh kita melangkah?
Itulah tanda kebersamaan kita sejak awal hingga detik ini

Putaran mesinmu tak pernah lelah untuk berpacu

Sayang, tetaplah setia  membawaku pergi, hari ini, esok atau lusa nanti
Bersama angin kita berlari, pada putaran waktu kita berpacu, dibawah sengat matahari kita bernyanyi, pada derasnya hujan kita menari.

*Didedikasikan untuk pacar saya, BYSON. Yang bulan ini baru saja LUNAS angsurannya. :)

"Makna Sumpah Pemuda"

Pagi tadi saya terbangun tepat pukul 6:30 am lantas mata saya terbelalak karena sadar hampir melewatkan sholat shubuh. Oh tidak, entah berapa kali saya bangun kesiangan seperti ini. Dan pagi pun kumulai dengan menarik selimut lagi. Mata akhirnya tak dapat lagi terpejam pada pukul 10:00. Pada stasiun televisi swasta memberitakan secara langsung berita tentang hari Sumpah Pemuda, kuingat-ingat lagi, ya tepat sekali tanggal 28 Oktober.

84 tahun yang lalu, telah lahir sebuah gagasan besar yang seharusnya telah membentuk kehidupan bangsa Indonesia yang lebih baik saat ini. Saat itu, sebuah pertemuan yang dinamakan Kongres Pemuda II digelar. Peristiwa lahirnya sumpah pemuda ini menjadi titik awal bagi para pemuda Indonesia untuk senasib sepenanggungan sebagai satu bangsa, satu tanah air yang pertama-tama ditandai dengan disepakatinya bahasa universal antar bangsa, bahasa Indonesia.

Berikut bunyi asli naskah Sumpah Pemuda:
Pertama 
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia. 
Kedoea
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

Belajar dari catatan sejarah itulah, harusnya kita para generasi muda Indonesia mengambil waktu sejenak untuk merenungkan hakikat sebenarnya sumpah pemuda. Meski keadaan yang kita alami saat ini amatlah bertolak belakang terhadap sumpah yang diucapkan dahulu. Namun, kita masih punya banyak waktu untuk memperbaikinya.

Kadang, saya tak habis pikir betapa banyak pemuda yang seharusnya menghabiskan banyak waktu di sekolah untuk belajar, malah minggat dari sekolah, melakukan perkelahian antar sekolah, tawuran, mabuk-mabukan dan hal-hal keji yang tak patut dikerjakan. “Duhai, siapa lagi yang akan membangun tanah air ini menjadi negeri yang besar bila para generasi pemudanya seperti ini?”

Lihatlah saat ini, bahasa Indonesia yang harusnya menjadi bahasa pemersatu bangsa seolah hilang ditelan putaran waktu. Bahkan tulisan dan bahasa aneh yang keluar saat ini beraneka ragam? “Ciyus miapah?”, apa itu? bahasa planet mana? Lantas bahasa yang seperti itu seolah menjadi trend di kalangan anak muda sekarang.

Ada lagi yang lebih parah, orang bilang “bahasa alay” namanya. Jadi, gaya tulisannya dicampur adukkan dengan angka. Seperti ini: “CuMp4h p3mO3d4” yang harusnya ditulis menjadi “Sumpah Pemoeda”. Seandainya Bung Karno masih hidup saat ini, mungkin beliau hanya geleng-geleng kepala saja. Tak habis pikir. Oh Tuhan, sampai kapan kita harus seperti ini? Lalu dimanakah semangat satu bangsa itu? Dimanakah semangat satu tanah air itu? Dimanakah semangat satu bahasa yang menjadi bukti nyata tanda persatuan itu?

Pada akhirnya marilah sejenak merenung dan mengingat kembali makna Sumpah Pemuda yang sebenarnya. Semoga dengan makna sumpah pemuda ini kita lebih mencintai tanah air dengan tetap terus berkarya dan meningkatkan rasa nasionalisme yang hampir pudar. Merdeka!

Peluncuran Perdana Novel Sang Koki Listrik

Bismillahirrahmanirrahim. Dengan mengucap puji syukur yang sebesar-besarnya akhirnya novel perdana saya yang berjudul ‘Sang Koki Listrik’ telah terbit. Sekarang bisa dipesan langsung di www.nulisbuku.com/books/view/sang-koki-listrik dan untuk informasi cara pemesanan bisa dilihat di http://nulisbuku.com/cara-belanja

Judul          : Sang Koki Listrik
Ukuran       : 13x19 cm
Tebal         : 261 Halaman
ISBN          : 978-602-17042-0-2
Harga        : 65.000 IDR

Sebuah novel yang bercerita banyak tentang kisah seorang pemuda (Marwan) yang memiliki banyak mimpi dan harus meninggalkan kampung halamannya untuk mengikuti pelatihan kerja di Cina bersama pemuda-pemuda lain dari berbagai daerah. Indonesian boys harus siap melangkahkan kaki mereka pada sebuah perubahan yang nyata.

Di negeri tirai bambu itulah semuanya bermula, kisah unik saat belajar di pembangkit listrik, menyusuri jalanan kota Beijing, bertemu orang asing hingga kisah unik saat mereka pertama kali melihat salju.

Perkenalan Marwan dengan seorang gadis (Saafia) yang dikenalnya melalui sosial media, facebook, berlanjut hingga pelatihan kerja itu selesai sampai akhirnya Marwan kembali ke tanah air.

Di tempat mereka yang baru, sebuah dapur listrik yang baru saja dibangun menanti untuk dimasak oleh para koki muda. Indonesian boys harus mengencangkan ikat pinggang, bekerja dengan gigih untuk memasak jutaan molekul listrik. Bagaimana kisah kelanjutan Marwan dan Indonesian boys di dapur listrik tersebut? Lantas bagaimana pula dengan Saafia, gadis Stroberrie yang dikenalnya? Temukan jawabannya di novel Sang Koki Listrik! ;)

Selamat membaca, selamat menikmati! :)

*Nb: Novel “Sang Koki Listrik” ini mengandung listrik, awas bahaya setrum! :D

Hakikat sehat dan sakit

Yooohoooo..!! hallo semua, akhirnya hasrat menulis kesampaian juga. Lega rasanya. Jadi ceritanya begini, minggu lalu saya tak bisa melakukan banyak aktifitas seperti biasa, lupakan semua urusan tentang dapur listrik sejenak. Tubuh yang kurasa kuat dan sehat akhirnya jatuh juga ketika malaria menyapa.

Namanya sakit bisa menyerang kapan dan dimana saja, bahkan yang tadinya sehat-sehat saja besoknya sudah meriang. Ah begitulah hakikat sehat dan sakit. Atau barangkali saya yang kurang menjaga kesehatan, ya mungkin.

Namun, tahukah kau bahwa ada hal yang bisa kita petik dari peristiwa sakit itu sendiri? Tuhan sedang mengajarkan kepada kita untuk mensyukuri betapa mahalnya kesehatan, mengajarkan kita untuk selalu bersyukur atas apa yang telah dimiliki tanpa meminta, mengajarkan kita bersabar dalam sakit sambil terus berusaha untuk sembuh. Bukankah Allah swt telah berfirman dalam Al-qur’an yang artinya “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” jadi, bersyukurlah atas apa yang telah Allah swt berikan pada kita baik dan buruknya semua memiliki hikmah yang dapat kita ambil. :)

Lalu saya memutuskan untuk berobat ke dokter. Alhasil, satu suntikan jarum menancap di bokong saya. Adoooh..sakitnya kayak digigit semut. Setelah itu, saya harus bedrest total di rumah, istirahat. Hari-hari dihabiskan untuk berbaring di tempat tidur, sungguh membosankan.

Dengan minum obat yang teratur dan istirahat yang cukup, Alhamdulillah kesehatan saya perlahan pulih. Sungguh, kesehatan itu amat berharga! Jadi, jagalah kesehatan sebelum sakit, dengan cara rajin olahraga, makan makanan yang halal dan bergizi, makan/tidur yang teratur. Well, setelah pulih akhirnya saya harus kembali lagi ke dapur listrik tercinta meninggalkan kota ke rumah. Kembali pada kesibukan dan hiruk pikuk dunia kerja. Let's rock! =D

Indahnya berbagi

Adalah hal yang menyenangkan bukan, berbagi kebahagiaan, tawa, canda bahkan duka dan kesedihan dengan orang-orang yang kita sayangi. Kita sudah banyak melupakan tentang satu hal ini, ya, berbagi.

Seiring berjalannya teknologi yang berkembang pesat, kehidupan yang semakin individualistis membuat kita memilih berjalan sendiri-sendiri. Tak lagi berjalan seiring atau bahkan bergandeng tangan. Hati kita sudah terkontaminasi oleh pikiran-pikiran yang semakin membuat kita melupakan apa itu indahnya berbagi. Tak heran jika jaman sekarang orang-orang lebih mementingkan kepentingannya sendiri, lebih mementingkan urusan perut sendiri. Sibuk sikut kanan-kiri untuk mendapatkan apa yang diinginkan, tak tahu mana yang hak dan yang bukan. Asal itu yang diinginkan, harus bisa didapatkan bagaimanapun caranya.

Saya rindu dengan cerita-cerita orang tua dahulu. Ketika orang kaya selalu mengulurkan bantunan menolong si miskin, yang muda selalu menghormati yang tua, yang alim selalu membimbing yang awam. Hal yang sangat saya ingin saksikan dengan mata kepala saya saat ini, saya yakin hal itu masih terjadi saat ini, entah di belahan bumi mana. Hanya saja, saat ini sangat sulit untuk menemukan kejadian seperti yang selalu diceritakan orang kita dahulu.

Berbagi adalah hal yang indah, bahkan hanya dengan berbagi senyum ramah pada orang-orang di sekitar kita itu sudah sangat melegakan suasana. Berbagi tempat duduk, berbagi makanan, berbagi cerita dan masih banyak hal lain yang bisa kita bagi. :)

Sejatinya, berbagi tak akan membuat kita kekurangan. Beban yang dibagi akan terasa lebih ringan, sementara kebahagiaan yang dibagi menjadi berlipat ganda. Dengan berbagi, kita selalu tahu bahwa kita tidak sendiri. Kawan, sesama kita adalah ladang kasih dan kebahagiaan. Apa yang kau bagi dengan ikhlas adalah bibit kebaikan yang kau tebar. Mereka berjanji untuk tumbuh menjadi pohon kebaikan yang akan kembali padamu dalam bentuk yang tak kau duga. Mari berbagi! :)

"Menulis, menulis dan menulis"

Hampir 2 tahun lebih saya menggemari hobi yang satu ini, ya, menulis. Adalah hal yang menyenangkan sekali saat menuliskan kata demi kata lalu menjadi kalimat yang berurutan, berpadu satu sama lain lalu menjadi paragraf-paragraf yang utuh. Bahkan proyek novel saya pun hampir selesai. Tak terasa hobi menulis yang satu ini menjadi sangat menyenangkan ketika ditekuni.

Nge-blog itu mengasyikkan dibanding saat membuat status lalu dicoment atau sekedar menunggu jempolnya saja. Atau membuat status lalu di-RT berulang-ulang, atau saling mention. Buat bangga-banggaan dan seru-seruan. Tak seperti halnya pada blog, kita lebih bebas berekspresi dengan berbagai macam gaya dan tulisan. Entah apakah nanti ada yang coment atau tidak, ada yang suka atau tidak, pun tanpa pujian dan sebagainya.

Saya tak peduli apakah nanti tulisan saya dikomen atau tidak, yang penting hobi yang satu dapat tersalurkan. Tak peduli orang mau bilang apa; tulisannya susah dimengerti, gak ada yang seru, nge-blog harus lihat segmen pasar, harus pinter ngocol-lah dan sebagainya. But not for me!

Nge-blog itu lebih kepada cara membagikan pengalaman, berbagi pemahaman dan pemikiran. Jadi nge-blog itu bukan untuk cari nilai rating, dan bukan pula untuk sekedar ngocol, ngocol, dan ngocol. Bagiku nge-blog adalah berbagi. Ketika seorang blogger berbagi lewat tulisannya maka ia menyenangkan orang lain. Well, jika kau ingin menulis di-blog, maka menulislah. Tak usah berpikir apakah nanti tulisanmu jelek, tak diminati atau pun diejek, ya cuek saja! Toh kita tidak menyusahkan mereka bukan?

Jadi, tak usah harus bingung, terlalu lama berpikir untuk menulis. Kalaupun kau tak suka menulis di-blog, setidaknya menulislah di diary atau hal semacamnya. Cukup tuliskan saja. Siapa tahu nanti tulisanmu akan menginspirasi banyak orang lain. Siapa tahu di belahan bumi sana tulisan di-blog mu menjadi teman setia mereka yang jauh dari rumah, ya siapa tahu?

Menulis itu tak perlu banyak biaya, niatkan saja dalam hati untuk menulis. Ayo, tunggu apalagi. Mari menulis, menulis dan menulis. Keep writing. Happy writing! ;)

Cerita Hujan #3

Bukankah awan sudah berjanji pada langit untuk setia mewarnai hari-hari biru?
Bukankah angin sudah bicara dalam hembusannya untuk membawa kabar gembira?
Namun kini lihatlah, awan pergi tak kembali
Angin menghembusnya jauh-jauh
Mendung tak pernah lagi singgah menemani biru langit
Sang mentari terus memanggang bumi
Gersang sudah tanah pak tani, keringlah pula sumur di ladang
Doa-doa terbang meninggi seiring dedauan yang jatuh ke bumi
Berharap hujan datang kembali
September tinggal beberapa hari
Penantian ini cepatlah berakhir
Kemarau, jangan terlalu lama kau menghampiri
Biarkanlah tanah kami tertawa buncah dengan rinai hujan
Beriak-riak, jumpalitan sana-sini
Berlari-larian dibawah jutaan anak hujan
Kemarau, sampaikan pada hujan
Cepatlah datang, kami amat merindukannya.

"Mereka adalah Pahlawan"

Suatu ketika di sebuah SD yang berada di kota kecil, ketika sinar mentari bersinar terik dan langit biru memayungi langit sekolah itu. Lonceng berbunyi, pertanda berakhirlah sudah pelajaran hari ini. Murid-murid dari kelas sebelah berlarian keluar kelas, wajah-wajah ceria karena pulang sekolah terbias cerah.

Namun tidak untuk kelas yang satu ini, ketua kelas baru saja memberi komando untuk berdiri. “Semua siap, beri salam!”. Ucap Ketua Kelas.

Mereka berdiri, mengucap salam pada Bu Guru. Salam perpisahan sebelum mengakhiri pelajaran hari ini. Lantas mereka duduk kembali lagi di bangku masing-masing. Ruang kelas hening sesaat. Wajah Bu Guru menatap para muridnya lambat-lambat.

Para murid sudah tahu kalau Sang Guru tidak akan menyuruh para muridnya pulang sebelum duduk rapi di kursi. Wajah para murid menatap ke depan, tangan terlipat diatas meja dengan tas yang sudah disandang. Siap untuk pulang.

“Barisan tengah boleh pulang duluan”. Ucap Bu Guru

Serentak para murid yang duduk di barisan tengah mengambil buku dan tas mereka. Bersiap untuk pulang. “Kami pulang duluan ya!”. Ucap salah satu murid pada temannya yang duduk di barisan ujung sambil melambaikan tangan.

Wajah Bu Guru masih menatap dua barisan yang tersisa. Barisan kanan dan kiri. Matanya melirik kiri dan kanan. Setelah berpikir ulang. Lalu Guru tersebut memilih barisan kanan untuk pulang.

“Barisan kanan boleh pulang”. Ucap Bu Guru sambil menunjuk barisan tersebut.

Dan para murid yang duduk di barisan kanan pun gembira. “Horeee..kami giliran kedua yang pulang”. Ucap mereka pada barisan kiri yang tertinggal.

Kini tinggallah barisan kiri yang tersisa. Murid-murid sudah tak lagi duduk rapi. Barisan duduk mereka sudah tak lurus. Tangan yang seharusnya terlipat diatas meja kini sudah sibuk menata buku dan tas. Sepertinya mereka tak sabar menunggu untuk segera pulang, bahkan satu detik pun sudah terlalu lama.

Semua mata tertuju pada guru tersebut, murid-murid yang tadi sibuk sendiri kini kembali duduk rapi. Kali ini mereka duduk manis sekali. Pandangan penuh harap pada Sang Guru agar diperbolehkan pulang lebih cepat. Lalu guru itu berkata pada murid barisan kiri.

Ia berkata. “Sebetulnya tak ada yang barisan tidak rapi di kelas ini. Semua murid sudah duduk dengan rapi. Kalian tahu kenapa hari ini Bu Guru memilih kalian sebagai barisan terakhir yang pulang?”

Para murid tidak menjawab pertanyaan itu. mereka menggeleng kepala pertanda tidak tahu.

“Saat ini Bu Guru sedang mengajarkan kalian apa itu arti kesabaran. Sikap yang baru saja Ibu ajarkan hari ini. Sebuah sikap mulia untuk rela menghadapi rintangan dengan lapang hati, ikhlas menunggu keputusan Guru mana barisan yang boleh pulang duluan, tabah untuk menunggu hingga jam pulang sekolah tiba”. Ucapnya sambil tersenyum lebar.

“Baiklah, kalian pasti sudah lapar. Mari kita pulang”. Ucap guru itu mengakhiri.

Para murid tercengang mendengar apa yang baru saja Sang Guru ucapkan. Perasaan mereka antara senang karena diperbolehkan pulang dan tersadar karena mereka baru saja melupakan apa yang mereka pelajari hari ini.

Hari ini setelah pelajaran siang itu semoga masih banyak para Guru yang mendidik lewat sikap. Lewat tutur kata yang lembut nan penuh arti. Lewat keikhlasan mereka untuk mengabdi pada negeri, mendidik dan mencerdaskan anak bangsa dengan setulus hati.

Menjadi Guru adalah profesi yang paling mulia, semua pekerjaan yang ada di permukaan bumi tak pernah lepas dari sosok seorang guru. Guruku adalah pahlawanku, ingatlah selalu jasa Sang Guru dimanapun dan kapanpun kau berada. Ingatlah selalu jasa seorang pahlawan tanpa tanda jasa yang menjadi pelita ketika terang telah tiada.

Saya berharap dengan adanya Gerakan Indonesia Berkibar kesadaran kita untuk terus maju dan belajar lebih dapat tercipta. Alangkah indahnya negeri ini bila para guru dan muridnya dapat menikmati proses belajar dengan nyaman, tanpa harus khawatir gedung sekolah bocor ketika hujan turun, papan tulis yang reyot atau kapur tulis yang habis, tanpa harus susah-susah menyalin catatan ketika buku pelajaran siap tersedia. Semoga semua yang kita harapkan terwujud dengan baik. Mari terus belajar!

Novel - Sang Koki Listrik

“Di dunia ini tak semua orang harus jadi Tentara, tak semua orang mesti jadi Insinyur dan tak semua orang bisa jadi Dokter. Bahkan tidak semua impian bisa tercapai sesuai dengan keinginan. Terkadang nasib menuntun kita untuk berprofesi lain. Ada yang harus jadi ahli sejarah, ekonomi, astronomi, psikologi bahkan ahli merangkai bunga. Setiap orang punya keahlian masing - masing dan itulah yang harus kita kejar. Dan yang paling penting adalah kerjakanlah apa yang bisa kau kerjakan saat ini dengan sepenuh hati untuk menggapai cita-citamu. Teruslah bermimpi, namun ingatlah selalu bahwa kau harus bangun untuk mewujudkannya”. –Sang Koki Listrik

Sebuah naskah novel yang kutulis sejak awal tahun ini akhirnya selesai juga. Aku bisa tersenyum bangga, setidaknya usahaku tidak sia-sia. Naskah yang lama kuimpi-impikan akhirnya selesai sesuai harapan. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah swt yang telah berkenan menjawab doa hambanya. Terima kasih Tuhan. 

Sungguh bukanlah hal yang mudah bagi saya sebagai Blogger untuk menyelesaikan sebuah novel perdana ini. Novel ini hanyalah secuil dari jutaan kisah di permukaan bumi. “Sang Koki Listrik” adalah salah satu kisah yang saya tuliskan. Terinspirasi dari sebuah Pembangkit Listrik ide penulisan novel ini muncul. Berawal dari itulah kemudian menjadi cerita yang saya bukukan lalu saya terbitkan.

Naskah selesai, begitupun dengan sampul novel. Sampul novel yang dibuat berdasarkan alur cerita ternyata hasilnya cukup baik. Terima kasih untuk Ko Welly Huang yang dengan senang hati membantu saya dalam pengerjaan sampul novel. Juga terima kasih untuk keluarga, sahabat, teman-teman dan rekan kerja atas dukungan serta motivasi untuk segera menyelesaikan novel ini.

Sore ini naskah “Novel Sang Koki Listrik” sudah saya upload di www.nulisbuku.com sebuah media self publishing untuk menerbitkan buku. Sungguh, nulisbuku.com membantu sekali.

Saya sudah tak sabar ingin segera melihat cetakan pertama novel saya. Setelah cetakan pertama itu terbit, saya harap novel saya segera bisa “Live” di nulisbuku.com dan semua orang bisa membaca kisah yang saya ceritakan. :) Semoga dengan pemahaman yang baik, kita bisa mengambil banyak kebaikan yang terdapat pada novel ini.

Ayo, tunggu apalagi? Ambil pena dan kertas, tuliskan kisahmu. Wujudkan mimpimu. Selamat menulis, selamat membaca! :)

No Electricity, Sir!

Siapa yang belum pernah merasakan “PEMADAMAN LISTRIK”? Lampu yang menyala tiba-tiba padam, saat sedang asyik mandi, keramas lantas air berhenti mengalir, nonton tv/mendengarkan musik lantas mati tiba-tiba, mesin yang meraung kencang lalu berhenti bersuara dan lain-lain. Pernah bukan?

Apa yang kau rasakan, kesal, dongkol, sebal? Kau bertanya-tanya bagaimana mungkin di jaman sekarang listrik masih saja nyala dan padam tiba-tiba? Mungkin saja teman. Lantas muncullah bermacam dugaan, prasangka yang tak baik, menyalahkan ini-itu dan sebagainya. Namun, hei sadarlah! Mencari kambing hitam dalam setiap masalah bukanlah solusinya.

Listrik yang padam atau arus listrik yang tidak stabil bukan karena disengaja. Selalu ada alasan tertentu kenapa hal tersebut terjadi. Selalu berprasangka baiklah terhadap sesuatu. Kau tahu, bahkan sebuah Pembangkit Listrik yang besar sekalipun bisa mengalami PEMADAMAN TOTAL karena rusaknya suatu system. Dan itu adalah DUKA YANG DALAM bagi KOKI LISTRIK seperti saya.

Hari ini adalah tugas jaga malam. Usai pulang kerja, sarapan pagi dan mandi. Saya baringkan tubuh diatas kasur. Ketika matahari merangkak tinggi hingga menjelang siang. Saya terbangun, kurasa memang ada yang aneh. Ruangan yang mendadak panas, pendingin ruangan mati, lampu tidur juga padam.

Aku pun keluar dari kamar, kupandang Cooling tower yang berseberangan dengan kamar asrama. Sirkulasi air di Cooling tower semakin mengecil, gemuruh air yang jatuh tak lagi terdengar keras seperti biasanya, uap yang keluar dari Chimney tak ada lagi. Ya, kali ini DAPUR LISTRIK SEDANG TIDAK MEMASAK LISTRIK.

Aku sejenak berpikir. Jangankan pemadaman listrik yang biasa kita rasakan di perumahan, Pembangkit Listrik dengan berbagai macam system yang hebat pun masih mengalami kerusakan saat salah satu systemnya berhenti bekerja.

Kau tahu, ini adalah pemadaman listrik yang terhebat yang pernah kualami. Hampir 3 tahun ini aku bekerja di sebuah pembangkit belum pernah ada pemadaman listrik yang memakan waktu selama ini. Usut punya usut ternyata Dapur kami mengalami gangguan pada system jaringan, bukanlah Sang Koki Listrik bila tak bisa mengatasi masalah dengan segera.

Setelah mendapat aliran listrik bantuan dari Pembangkit terdekat. Dibutuhkan waktu sekitar 4 jam untuk memulihkan aliran listrik yang terputus. Dan akhirnya aliran listrik untuk asrama, kantor menyala kembali. Namun masih butuh waktu yang lama untuk memulihkan semua system.

Aku tak akan menghitung berapa banyak kerugian yang harus ditanggung bagi Dapur Listrik kami karena kerusakan ini. Karena yang paling penting saat ini adalah segera memulihkan system. Tak bisa dibayangkan bukan, berapa banyak rakyat yang kecewa nantinya karena pemadaman yang panjang ini? Lantas segelap apakah malam nanti, kala malam menyelimuti sedangkan listrik pada lampu tak bisa menerangi?

"Selamat Pagi"

Kita semua suka menatap bulan dan bintang, bukan? Menyadari, hei, apa yang akan kita lihat di langit malam kalau tidak ada dua benda ini?

Kita semua juga suka menatap hujan, bukan? Menghela nafas, bertanya dalam hati, berapakah jumlah tetes air yang turun? kalau jumlah tetes hujan yang sepele ini sj kita tidak tahu, kenapa manusia selalu saja merasa congkak.

Kita juga suka menatap lautan, bukan? Mengangguk takjim, teringat petuah lama, lihatlah lautan terbentang luas, lemparkan sekantong tinta hitam, maka dengan lapangnya lautan, tinta hitam itu tidak terasa. Berbeda sekali dengan hati kita, yang setetes kesedihan saja, sudah membuat gelap seluruh hati.

Kita semua suka menatap sungai, bukan? Menggaruk kepala, berpikir, jika kita meletakkan sebuah perahu plastik yg kokoh, berapa ribu kilometer dia akan berpetualang mengelilingi dunia? melihat banyak hal, bertemu banyak hal? Lantas, apakah kita tidak tergerak juga untuk pergi melihat dunia?

Kita juga suka menatap pegunungan, kabut menyelimuti hutan? Sambil merapatkan jaket, berpikir, lihatlah, pasak-pasak bumi sedang bekerja. Tanpa pegunungan, kulit bumi hanya lempeng yg terus berputar tidak terkendali.

Kita semua suka melihat hal tersebut, bukan? Maka terimakasih Tuhan atas segala hal menakjubkan yg telah Engkau ciptakan. Termasuk menatap pagi ini. Cahaya matahari pertama membasuh bumi, gemerlap dipantulkan kaca kendaraan, gedung, atau oleh embun di rerumputan. Wajah-wajah semangat melintas, memulai aktivitas. Terima kasih, Tuhan.

Written by : Darwis Tere Liye
Source      : http://www.facebook.com/notes/darwis-tere-liye/selamat-pagi/433489406701633

Berenang selalu menyenangkan

Berenang selalu menyenangkan. Percayalah! Ya kalau kau tak percaya silakan buktikan sendiri. Saya tak memaksa. Adalah kegiatan rutin bagi saya untuk berenang di kolam saat di kota kelahiran, rasa-rasanya tak lengkap bila tak menikmati sore tanpa berenang.

Apalagi saat deburan air menyeruak di permukaan air, melompat dari atas..ciaat..ciaat.. :D menyatu dengan air, membentangkan tangan dalam air, menghentak kaki ke belakang, berpacu untuk sampai ke seberang kolam. Ah, menyenangkan sekali.

Kemarin Saya, Irsan, Dian dan Teguh mencoba berenang di tempat yang baru, Caroline Island, namanya. Tempatnya 20km dari kota Prabumulih. Disana ada perosotan air yang lumayan tinggi, seru sekali. Meluncur dari atas berseluncur diatas perosotan air lalu terjun ke dasar kolam.

Dan saat sore tiba, saya sadar kalau kulit kami belang macam kulit zebra -_-“ , namun tak apa, capek karena bahagia itu lebih berarti dibanding capek hati. Ah, apalah namanya ini. Yang pasti, saat kau sedang mengalami stress bekerja atau mungkin hilang ide dan inspirasi, maka berenanglah. Menyatulah dengan air, melayanglah di dalamnya, karena setidaknya air bisa membasahi hari-harimu yang kering, menyejukkan hati yang sepi. Selamat berenang! ;)

Keep focus and learn more!

Because it’s long time to let material books are closed. I’d forget about some systems and since last examination was held, I think I should learn more.

Well, don’t ask me about question which related water system or ash. I’m sure I forgot 60%. So, what’s wrong? :D nothing wrong, it’s natural! Last 2 years I’m working in Fuel System, I just keep focus on it and day by day water and ash system materials forgetting by time.

This evening, I just drew a few drawings and try to remember many equipments on site while imagine the flow, pipe and other equipments such as Clarifier, Activated carbon filter, tanks, cation anion exchanger, wow many things! Pumps, valves, name tagging, I think I need time to do more exercises, review on site and do practice.

I’m happy whenever I can conquered many challenges, feeling to be braver than before. The time is coming, get prepare. When you have a good preparation, you can work well, not only in fuel system but also you can work in water or ash system. Jiayou!

Detective Conan [Photo]

“There is only one truth!” that’s a famous quotes of Conan Edogawa/Shinichi Kudo. One of my favourite fictional character. I won’t tell much thing about it, I think all of must be know who is he. Right? 8)


















A few days, I just got a little birthday gift from “someone”. Yeah, it nice gift, thank you dear! :)