Pages

Rumah Baru

Saya sudah punya 'rumah baru'. Silakan berkunjung ke [  www.kokilistrik.com  ]. Terima kasih. ;)


Hal-hal sepele

Hampir setiap orang sudah menyaksikan fenomena banjir, tanah longsor ataupun kecelakaan dalam berkendara. Atau mungkin ada yang belum pernah sama sekali? Baiklah, saya sedang tidak membahas tentang apakah kalian pernah atau belum menyaksikan. Saya ingin membahas sesuatu yang lebih penting dari itu semua.

Lalu saya ingin bertanya sekali lagi. Apakah kalian pernah menonton film ‘Final Destination’ dimana ada seorang tokoh yang bisa melihat kejadian yang belum terjadi dan akan terjadi di alam nyata dalam waktu dekat. Seperti saat menyaksikan sebuah baut kendur pada mobil, lalu setelah dalam kecepatan tinggi baut itu lepas, ban mobil lepas tepat menimpa kepala penonton dan tabrakan beruntun terjadi di arena balap. Sekilas, film tersebut menyajikan suatu fenomena yang terkesan dibuat-buat atau berlebihan. Tapi, sekali lagi. Semua kejadian itu berasal dari satu hal kecil yang dianggap ‘sepele’, kendurnya sebuah baut pada ban mobil. Itu saja.

Lantas apa hubungannya dengan hal-hal sepele? Tentu saja ada. Ketahuilah bahwa hal-hal besar berasal dari hal yang kecil begitu pula dengan kerusakan-kerusakan besar terjadi karena hal-hal kecil yang diremehkan. Ada banyak sekali contoh dalam kehidupan kita sehari-hari dimana ‘kita’ selalu menyepelekan sesuatu yang penting. Sampah yang dihasilkan setiap harinya yang harusnya dibuang ke tempat sampah, dipungut oleh petugas kebersihan lalu diolah dan didaur ulang. Tapi lihatlah hari ini, betapa banyak orang yang membuang sampah sembarangan, mereka tidak tahu betapa pentingnya menanamkan pemahaman untuk selalu menjaga kebersihan. Lalu, ketika hujan melanda, banjir memenuhi jalan kota, sampah bertebaran dimana-mana, mereka berserapah. Hendak menyalahkan Sang Pencipta. Padahal, hei! Banjir terjadi karena kita tidak menjaga kebersihan dengan baik. Itu saja.

Begitu juga dengan tanah longsor. Betapa banyak orang-orang yang menebang pohon seenaknya tanpa memikirkan akibat. Padahal kakek-nenek kita dahulu selalu  mengajarkan cucu-cucunya untuk menanam pohon, menjaga hutan. Tapi kini, kita ‘terlalu menganggap sepele’ hal-hal yang berharga. Lapisan ozon bumi menipis, suhu bumi meningkat, longsor terjadi. Itu karena itu menganggap sepele sebuah pohon. Ingatlah bahwa satu pohon yang kau tebang hari ini, maka kau harus menunggu puluhan tahun untuk melihat tunas baru tumbuh lagi.

Memang benar, kerusakan di bumi terjadi bukan karena betapa banyaknya penjahat melainkan karena terlalu banyak orang memilih untuk tidak peduli. Jika masih memilih untuk menyepelekan hal-hal kecil, meremehkan hal yang seharusnya dijadikan prioritas utama maka dalam hitungan waktu saja akan ada kerusakan lain yang timbul. Entah itu dalam skala kecil ataupun besar.

Disamping itu dalam skala yang lebih fatal, kecelakaan kerja, terluka atau bahkan menelan korban jiwa juga berasal dari hal-hal kecil yang disepelekan. Seperti kurangnya pemahaman alat, mis-komunikasi, tidak memeriksa peralatan dengan baik, tidak menuruti prosedur kerja, tidak menggunakan helm, tali sepatu yang tidak diikat dengan baik. Itu saja. Jika kau paham betapa pentingnya hal-hal kecil maka kau akan tahu betapa bernilainya hal-hal yang besar. Semoga, pemahaman yang baik itu datang pada diri kita. Aamiin.

*Ditulis setelah beberapa kecelakaan kerja terjadi di lapangan.

PUISI: Bukan masa lalu

Sesekali tengoklah ke belakang. Lihatlah betapa panjang jalan yang sudah kau tempuh hingga saat ini. Tidakkah kau lihat wajah-wajah yang membayang di masa lalu? Disana, ada wajah ibu, ayah, saudara, sahabat dan keluarga.

Bila kau merasa lelah saat melangkah maka ingatlah wajah mereka. Senyum tulus seorang ibu yang mendoakanmu setiap waktu, tepukan pundak dari seorang ayah yang meneguhkan jiwamu. Tawa seorang sahabat yang bisa menghapuskan kesedihan sekejap mata. Dan keluarga yang selalu mendukungmu.

Masa lalu tidak selalu buruk. Kadang ia mampu membuatmu sadar bahwa hidup harus terus melangkah. Tak peduli walau kau harus merangkak meninggalkan lorong waktu.

Menangislah sepuasnya, lalu segeralah hapus airmata, tinggalkan duka. Bergegaslah untuk melangkah. Dengan begitu, masa depan sudah dekat jaraknya.

*Dapur Listrik, 13 April 2013

Pesan yang (tak) tersampaikan

Jika kamu harus bertanya, maka tanyakanlah padaku perihal kenapa hingga saat ini saya masih bisa tertawa seolah tak pernah ada perpisahan antara kita. Tanyakanlah perihal kapan terakhir kali saya mengingatmu sebagai orang yang sangat saya rindukan. Atau kamu bisa menanyakan sesulit apa untuk melupakan seseorang yang namanya selalu terdengar di sudut telinga. Kamu boleh menanyakan apa saja tapi jangan tanyakan kenapa saya jatuh hati padamu. Saya tak punya jawabannya. Atau barangkali kamu sudah tahu jawabannya.

Kalau kamu adalah sebuah pembangkit listrik maka kamulah yang bisa mengalirkan banyak arus listrik lalu menyalakan jutaan lampu dalam hati saya. Saya tak akan takut kehilangan cahaya meski matahari telah terbenam, sebab aliran listrikmu menerangiku dalam gelap.

Kalau kamu adalah buku novel maka saya sudah hafal diluar kepala. Di halaman berapa kamu sedih, ceria atau tertawa. Paragraf-paragraf hidupmu sudah kubaca dengan amat teliti. Jejak-jejak kakimu yang timbul kala melangkah kuikuti perlahan, menyelaraskan dengan irama yang ada. Begitu pula dengan para tokoh di dalamnya. Mereka hadir menyemarakkan ceritamu, karakternya sudah saya pahami hingga saya seolah-olah mengenal mereka semua.

Kalau kamu adalah sebuah senja, maka senja merah yang biasa saya lihat di sudut mata itu bukanlah senja yang paling saya nantikan. Senja yang paling saya nantikan adalah senja yang dibawahnya berdiri seorang kamu yang penuh dengan rindu. Lalu wajahmu tersenyum padaku bercampur dengan cahaya merah, membuat sebuah siluet nan indah.

Kalau kamu adalah sebuah mug maka kamulah yang selalu setia menampung air kopi yang kuminum setiap hari. Hangatmu mengalir lewat gagang mug yang kupegang.

Tapi, kamu bukanlah pembangkit listrik juga bukan buku novel. Kamu juga bukan senja juga bukan mug. Kamu adalah kamu. Ya memang tak ada hubungannya antara pembangkit listrik, buku novel, senja dan mug. Saya hanya berandai-andai saja. Tulisan ini pun saya tulis ketika saya tak punya ide lain untuk menulis selain menulis tentang kamu.

Kemarin siang saat di kantin, saya menghabiskan sepotong bakpau tanpa sisa. Tiba-tiba saya ingat kamu. Saya masih ingat saja ucapanmu waktu itu tentang ‘bakpau pedas manis’. Tapi bakpau yang saya makan kemarin rasanya  tidak pedas tidak pula manis. Tapi saya masih percaya atas ucapanmu itu, mungkin saja nanti kamu bisa membuat resep masakan bakpau yang rasanya pedas manis.

Kadang saya berpikir, lama sebuah penantian mungkin tak ada apa-apanya dibanding rindu yang saya tabung setiap harinya. Mungkin saja, tabungan rindu saya akan bertambah banyak seiring berputarnya waktu lalu mengantarkan kita pada pertemuan yang tepat. Ketika itu pula tabungan itu akan kuberikan padamu sebagai hadiah yang indah.

Salahkan jarak dan waktu yang membuat rindu bertambah syahdu. Mungkin sebenarnya jarak kita sekarang amat dekat. Atau mungkin sudah teramat sangat dekat. Entah itu hati ataupun waktu. Saya tidak tahu. Maafkan saya yang hari ini tiba-tiba teringat dengan kamu. Sungguh ini semua diluar kehendak. Perasaan hati saya sedang dalam masa transisi, seperti arus listrik naik-turun yang kadang bisa merusak peralatan listrik rumah tangga. Semoga saya kuat menghadapinya.

Baiklah, itu saja yang hendak saya bicarakan kali ini. Tetaplah menjadi gadis yang cantik hatinya, elok perangai dan tentu saja baik akhlaknya. Jika suatu saat nanti kita bertemu (lagi) maka kamu tak akan pernah menemukan saya yang dulu. Sebab saya sudah mempersiapkan banyak bekal untuk menjemput pertemuan kita yang disana ada Pak Penghulu.

*Kepada seorang gadis nan jauh disana,  yang dulu pernah saling bertatap mata lalu kita berpisah demi kehormatan bersama.

PUISI: Matahati

Rentetan kata-kata meledak saja dari mulutnya. Entah itu fakta atau sekadar pembelaan atas rasa bersalah. Mata telah buta oleh tembok kekuasaan. Tangan-tangan besi memukul kebenaran. Memporak-porandakan keadilan.

Rakyat jelata bingung bukan kepalang. Tak bisa bedakan mana salah, mana benar. Di negeri ini, di tanah ibu pertiwi. Keadilan bak pisau tumpul bila berhadapan orang-orang besar. Namun bisa menjadi tusukan amat tajam pada orang-orang kecil. Dimana nurani? Dimana matahati?

Disana mereka berteriak minta keadilan. Disini mereka menutup telinga rapat-rapat. Menutup mata atas sebuah kenyataan. Disini anak kecil menangis kelaparan. Disana pesta besar dirayakan. Disini anak kecil kehabisan susu. Disana mereka asyik mandi susu.Dimana nurani? Dimana matahati?

Kemarin tawa masih menghias wajah kecil. Hari ini kesedihan menggelayut di ruang mata. Kemarin damai masih berteman baik. Hari ini keadilan perlahan menjauh. Dimana nurani? Dimana matahati?

Bila esok, lusa kami mati. Kami tak ingin ibu pertiwi merintih. Kenanglah kami sebagai rakyat yang tanpa pamrih mempertahankan harga diri dan nurani. Disini, di dada kami, matahati kami tak pernah mati.

*Dapur listrik, 7 April 2013
Ditulis sebagai jawaban atas ketidakadilan hukum di negeri ini.

Bercengkrama dengan senja

Disini aku duduk menatap cakrawala, memandangi cahaya senja merah yang sebentar lagi hilang. Cukup untuk membuat akhir pekan ini menjadi sempurna. Bagi sebagian orang, senja adalah hal klise. Mereka berlomba memburu senja, menangkap, tergesa-gesa mengabadikannya lewat kamera. Tanpa tahu benar apa itu senja yang sebenarnya. Mereka lupa bahwa senja tak bisa diabadikan lewat mata kamera.

Perubahan warna pada langit sore yang terbias di langit semesta mengajarkan kita bahwa proses perubahan dalam hidup bisa dibuat begitu mempesona. Seperti senja yang indah tanpa jeda. Seorang penikmat senja tak pernah merasa sendirian. Ia bertemankan banyak warna, ada merah, biru dan jingga. Dibalik warna-warna menyimpan banyak cerita, momen berharga, perpisahan, pertemuan atau rasa bahagia. Entahlah, apakah senja merasa bosan mendengarkan banyak cerita yang datang setiap harinya?

Menikmati senja sama saja dengan membuka kenangan lama, sebab senja selalu datang setiap harinya meski dengan warna berbeda. Ia menyapa siapa saja yang memandangnya. Senja yang datang dengan warna merah itu bukanlah senja yang paling aku nantikan. Senja yang paling aku nantikan adalah senja yang dimana dibawahnya berdirinya kamu, yang penuh dengan rindu.

Belajar menyetir

Tak ingin rasanya melewatkan hari-hari begitu saja, berlalu tanpa cerita tanpa makna. Menghabiskan 1/3 waktu setiap hari untuk bekerja rasa-rasanya membuat tenaga dan pikiran terkuras tanpa sisa. Maka dari itu mulai minggu ini saya memutuskan untuk mempelajari hal baru, menyetir!

Dua hari yang lalu ketika libur shift kebetulan saya tidak memutuskan untuk pulang ke rumah sebab cuaca yang tak bersahabat. Jadi, saya meminta bantuan teman saya, Irfan. Dia berbaik hati meluangkan waktu untuk mengajari saya menyetir mobil. Mewah sekali rasanya kala pertama kali duduk di bangku setir, memegang kendali, mengganti gigi dengan tangan kiri. Mungkin hal ini agak berlebihan bagi kalian, harap maklum saja ini adalah pertama kalinya dalam hidup saya! :D

Menyalakan mesin, menginjak kopling, memasukkan gigi, melepas rem tangan lalu perlahan mengulur kopling sembari menekan gas dengan seimbang. Sementara mata menatap ke depan, memperhatikan laju mobil untuk lurus, mengatur laju mobil dengan seimbang. Ketika menemui jalan yang menikung maka saya harus lebih cekatan untuk memutar setir dengan seimbang, menyelaraskan putaran, kecepatan dan sedikit feeling. Was-was dan deg-degan itu pasti ada, tapi saya tetap memberanikan diri untuk menyetir.

Pada beberapa kondisi kadang saya belum paham benar untuk mengatur kopling dan rem. Belum terbiasa mungkin itu jawabannya. Harus giat berlatih lagi. Pekan ini saya masih fokus untuk latihan maju-mundur, pergantian kopling, rem dan setir. Itu saja, nanti bila sudah terbiasa mungkin akan dilanjutkan dengan materi lain.

Saya belum punya mobil tapi itu bukan berarti saya tidak punya kesempatan untuk belajar menyetir. Itulah untungnya punya banyak teman yang sudah punya mobil, ketika ada waktu luang mereka dengan berbaik hati mengajari saya.

Mempelajari hal yang baru selalu menyenangkan! :)

Ketika hati berkata

Nafsu berkata kecantikan hanya ada pada paras yang indah dan elok dipandang mata. Akal berkata bahwa kecantikan berada pada tingginya ilmu, luasnya pikiran. Namun hati berkata kecantikan itu ada pada kebaikan akhlak dan luhurnya budi.

Jika hendak memilih maka dengarlah kata hati sebab kebaikan akhlak, luhurnya budi, tutur bicara yang santun adalah cermin kecantikan yang paling mulia. Dan semoga kecantikan yang ada pada wajahmu juga diiringi dengan kecantikan hati.
Jaga hatimu baik-baik ya. :)

Hutan menyimpan cerita

Dalam diamnya, dibalik rimbun daunnya, hutan menyimpan cerita.  Pohon-pohon yang tumbuh tak bisa bicara, namun kata terbentuk begitu saja lewat semilir angin yang berhembus di dahannya. Hutan mengajari kita untuk menjadi gagah, berdiri diatas akar yang kokoh, menopang kehidupan sesama. Dan menjadi naungan yang teduh bagi para manusia.

Ia juga mengajari kita untuk bertahan dalam segala kondisi, dibawah sengatan matahari, dibawah derasnya hujan, bahkan ketika kemarau melanda. Hutan memberikan hikmah untuk tidak serakah, ketika berkurangnya persediaan air dalam tanah, maka ia akan menggugurkan daunnya. Ia mengajari kita untuk melepaskan. Sebab, ia tahu mempertahankan daun di musim kemarau hanya akan membawa kematian. Lalu ketika musim berganti, daun-daun baru pun bersemi lagi.

Alangkah indahnya bila kita semua belajar dari hutan, mereka tak manja, mereka mandiri dan tentu saja mereka hidup bukan hanya untuk dirinya tapi juga untuk sekelilingnya dan orang-orang di sekitarnya. Mungkin inilah jawaban kenapa aku tinggal di hutan, sebab Tuhan sedang mengajarkan aku tentang cara berbagi, bertahan dan melepaskan.


*Dapur Listrik, 30 Maret 2013

Bonus VS Potong gaji

Kalian masih ingat sebuah sinetron komedi Office Boy (OB) yang disiarkan di RCTI tahun 2006 lalu? Nah, jika kalian masih ingat maka disana seorang tokoh Pak Taka seorang manajer yang galak dan suka memberi hukuman fisik pada karyawannya. Bahkan Pak Taka pun tak segan-segan memberi mereka hukuman potongan gaji pada Gusti dan Hendra, jika salah satu dari mereka terlibat pertengkaran atau melakukan kesalahan. “Saya potong gaji kamu 20% bulan depan”. Begitulah kata-kata Pak Taka yang masih saya ingat.

Saya tidak suka menonton sinetron tapi ada pengecualian untuk sinetron komedi yang satu ini. Sitkom ini menjadi tontonan favorit di rumah kami, suasana keluarga kami menjadi lebih hangat tatkala tertawa bersama menyaksikan adegan lucu mereka. Terutama ketika menyaksikan ulah kocak Sayuti dan Mail yang dikerjai oleh Sa’Odah ketika disuruh membelikan makanan.

Itu dulu beberapa tahun yang lalu, saya tidak persis ingat kapan terakhir menonton sitkom itu. Sebab waktu menggiring saya untuk fokus pada pelajaran di sekolah dan lambat laun melupakannya. Dulu, saya berpikir hukuman potong gaji adalah hal biasa yang mungkin harus dialami oleh beberapa pekerja kantoran jika melakukan kesalahan. Lalu saya pun tertawa ketika Pak Taka memberi hukuman potong gaji pada Gusti sebesar 20%. Ya, saya nyengir kuda melihat ekspresi Gusti yang cemas bila gajinya dipotong.

Dan hari ini, saya sadar bahwa hukuman potong gaji terasa berat apalagi jika potongannya besar. Sebab nilai potong gaji berbanding lurus dengan kesalahan yang telah diperbuat. Sebagai seorang karyawan muda yang bekerja di pembangkit listrik saya juga pernah merasakan ‘hukuman potong gaji’ seperti karena terlambat datang bekerja, melakukan kesalahan, nilai ujian rendah dan masih banyak contoh lainnya.

Saya pikir, hukuman potong gaji itu bertujuan untuk menyadarkan kita agar berusaha dan bekerja lebih baik lagi. Berusaha untuk tidak melakukan kesalahan yang sama dikemudian hari. Tapi itu adil kawan, sebab pada beberapa situasi di tempat saya bekerja juga memberikan bonus kepada para karyawann apabila melakukan sesuatu yang dinilai ‘baik’, seperti: menemukan peralatan yang rusak lalu melaporkannya, menemukan titik api lalu memadamkannya, melakukan penyelamatan alat, pemeriksaan yang baik. Karena bonus dan potong gaji inilah yang membuat persaingan dalam bekerja terasa lebih ‘sehat’.

Setidaknya jika kalian tidak mendapatkan bonus, janganlah melakukan kesalahan bodoh yang berujung dengan pemotongan gaji. Akan lebih baik lagi jika kita bekerja dengan hati, melakukan yang terbaik, mudah-mudahan rejeki bonus akan diberi dan rejeki tak harus selalu berbentuk uang, bukan?. :)

Mengulang tahun

Berputarnya waktu akan semakin menambah goresan-goresan kenangan, perputaran masa membuat jatah hidup di dunia kian berkurang. Usia yang terlewati bagai sebuah daun yang gugur, ia jatuh ke bumi, tak bisa kembali.

Adalah hal wajar jika kita sangat bergembira melewati sebuah fase dimana kondisi hidup kita semakin dewasa tapi kita lupa bahwa waktu yang telah dilewati tak akan pernah bisa berputar kembali.
Ada yang merayakannya dengan meriah, bercampur dengan rasa bahagia, bertabur bunga, meniup lilin, memotong kue, mengucapkan banyak do’a lalu berharap penuh akan mimpi-mimpi menjadi nyata. Dan wajah bersemu merah ketika seseorang memberikan hadiah. Ada juga yang merayakannya dengan sederhana, memandang keluar jendela, menghitung butiran hujan yang jatuh sembari mengingat dosa yang telah dilakukannya. Berharap bila saja tetes-tetes hujan itu mampu membasahi jiwanya yang gersang.

Ada pula yang merayakannya dengan kesunyian, menikmati hening, memejamkan mata, menajamkan pendengaran, menatap pada semesta hingga ia bosan dibuatnya. Namun ada pula yang diam, memasang senyum simpul kecil dipipi, bersyukur pada apa yang telah dimiliki. Ada juga yang bersimpuh, tertunduk malu, bersujud disepertiga malam, berdoa, meminta berkah umur dan ampunan akan dosa yang menjamur. Apapun bentuknya, setiap orang pastilah punya cara tersendiri untuk menikmati momen spesial pergantian usia.

Sejatinya, kita tidak sedang ber-ulang tahun akan tetapi kita sedang memungut kenangan yang telah tercipta seiring berputarnya waktu, menebas batang usia hingga akhirnya batang itu habis dan jiwa meninggalkan raga.

PUISI: Bunga cahaya

Berbinar-binar di ruang mata

Berderet rapi di sepanjang beranda mimpi

Memancarkan sinar sepanjang malam

Gelap adalah sebuah catatan

Tentang lampu-lampu jalan

Yang tabah berdiri di bawah langit hitam

Tegak, bersinar konstan

Aku membayangkan

Bila saja cahaya lampu itu bisa kukumpulkan

Lantas menjelma menjadi seikat bunga cahaya

Bersinar terang benderang

Lalu kupersembahkan padamu

Yang masih setia menunggu dibawah lampu jalan

*Muara Enim, Dapur Listrik, 22 Maret 2013

Semoga Tuhan tak marah

Sejatinya, aku selalu menyambut hari jum’at dengan hati riang gembira. Jum’at selalu lebih cerah dari hari lain, tak tahu mengapa. Mungkin hari itu adalah hari istimewa dibanding hari lainnya.

Hatiku senang, riang, gembira manakala menatap matahari yang baru hendak terbit di hari jum’at.

Kenapa? Karena hari itu aku akan mengenakan baju terbaik, mencukur kumis, memotong kuku dan menyemprotkan wewangian. Tentu saja untuk memenuhi panggilan Sang Pencipta, menunaikan ibadah sebagai seorang muslim yang baik.

Tapi, kesibukan bekerja membuatku lupa, lalai memenuhi panggilanNya. Aku mengutuk diri, seharusnya tidak begini. Panggilan ibadah selalu lebih penting dari puluhan operasi di dapur listrik. Panggilan ibadah harusnya lebih menjadi panggilan darurat yang harus segera dikerjakan di awal waktu. Sungguh terlalu!

Aku menjerit, aku terjepit pada sebuah kenyataan yang harusnya tak boleh terjadi. Aku kesal, tanganku mengepal ingin melayangkan tinju pada dinding-dinding kesibukan. Hatiku goyah, manakala berdiri di sebuah arena dunia, dimana putaran waktu tak kenal ampun. Aku meronta, ingin segera melepaskan tali-tali kesibukan yang kian hari kian menarik diri jauh dariMu. Aku ingin berlari sekuat tenaga, kembali mendekat padaMu. Bercumbu denganMu di sepertiga malam yang sendu. Maafkan aku ya Tuhanku.

Tuhan, aku lelah melayani keramaian. Setiap hendak menujuMu aku selalu dikalahkan oleh waktu. Maafkan aku yang sibuk dan membikin asing diriMu. Maafkan aku yang lengah, terperangah pada entah. Maafkan aku yang penunda, mengabaikan segala tanda.

Tuhan, semoga Engkau tak marah.

Review Buku: Udah Putusin Aja-Felix Y.Siauw

Buku ini saya pesan online di mizan.com bulan lalu, mengingat stok buku yang di al-fatih centre sudah habis maka saya cari cara lain untuk punya buku ini. Isi buku ini simple dan mudah dimengerti, sangat cocok bagi para generasi muda yang galau, yang sekarang ikut-ikutan pacaran, yang tak tahu apa itu cinta, semuanya dibahas di buku ini. Dan kesimpulan akhir saya pantaslah jika PACARAN ITU DILARANG dalam agama kita.

“Lelaki sejati bila lamaran ditolak, dia akan naik pohon kelapa dan melihat masih banyak wanita lain yang menanti lamarannya.”

“Lelaki lemah bila diputus, cari pohon, lalu gantung diri. Sayangnya yang dicari pohon cabe.” #nelensandal

Isinya sangat kocak, berbobot dan sangat mudah dimengerti.  Sampul depannya berwarna merah muda dan terkesan unyu-unyu tapi setelah saya selesai bacanya, isinya LAKI banget!

Untuk apa pacaran walau alasan perkenalan, bila wanita dirugikan. Lebih baik sadar diri belumlah siap jangan mulai apa yang belum mampu diselesaikan.”

“Ucapan 'sayang' tidak menyelamatkan wanita dari kerugian. Takut tiada berjodoh lalu pacaran, sama saja membeli sengsara masa depan.”

“Lelaki sejati bukan yang hobinya menebar janji, tapi yang berani datangi wali.”


Membaca buku ini membuat saya merasa geli, kocak, sekaligus tertampar dari dalam. Pas baca buku ini saya sering nyengir kuda kalo ingat waktu pacaran sama kekasih. Tapi kabar baiknya sudah tidak lagi berpacaran. Lagipula sepertinya fokus pada pekerjaan dan kuliah adalah hal yang paling tepat saat ini.

Hari gini masih pacaran!? Udah putusin aja! :))





Kecil dan terlupakan

Ada cerita unik pada bulan ketiga saat saya baru pertama kali membeli si ‘kuda besi’. Ceritanya begini, saat mengalami perjalanan dalam pulang ke rumah ban motor masuk ke dalam lubang yang cukup lebar. Kejadian itu tak bisa terelakan oleh kecepatan tempuh yang kencang. Sialnya, setelah kejadian itu velg motor belakang bengkok. Keesokan harinya, dengan perasaan yang sedikit kecewa bercampur dengan rasa sesal karena motor kesayangan terluka saya melepas ban motor dari rangkanya.

Dengan alat seadanya akhirnya velg tersebut lepas dari rangka. Lalu saya membawanya ke bengkel press terkenal di kota saya. Disanalah, velg itu di-press dengan tekanan kuat yang membuat velg menjadi presisi kembali. Tak butuh waktu lama, satu jam kemudian velg motor saya kembali seperti semula. Hati saya senang sekali.

Tiba di rumah, saya harus memasang ulang kembali. Memasangkan ban pada velg lalu setelah lengkap saya pasangkan pada lengan ayun motor. Saat pemasangan, saya bingung posisi beberapa baut dan mur. Saya sudah mencoba beberapa kali, tapi masih saja ‘ada satu baut yang lebih’. Aku berkali-kali menggaruk kepala. Berpikir ulang posisi baut dan mur yang benar sembari mengingat posisi saat sebelum membongkar.
“Bagaimana mungkin ada satu baut yang lebih pada satu alat yang baru saja dibongkar?”. Ujar dalam hati, sambil berpikir ulang.

Ternyata kejadian seperti ini terjadi juga. Seperti kata guru sekolah saya dulu:

“Anak STM tidak boleh kelebihan baut, ketika memasang alat semua baut harus terpasang pada posisinya. Jika ada yang berlebih, itu tidak benar”.

Semacam kutukan karena ketidakteletian dalam bekerja. Aku menepuk jidat. Menggeleng-geleng kepala, akhirnya kejadian juga ‘seorang tamatan STM mengalami kelebihan baut’. Aku duduk sejenak, menenangkan diri sembari terus berpikir. Lalu saya memutuskan untuk sholat ashar. Sudah lewat tiga puluh menit sejak pertama kali adzan berkumandang.

Dan keajaiban terjadi ketika saya selesai sholat, saya baru ingat bahwa saat membongkar velg itu ada beberapa foto yang sempat kuabadikan. Nah, disitulah akhirnya dengan hasil foto kamera digital saya memperbesar foto itu. Disana terlihat dengan jelas susunan baut yang benar. Aku menghela nafas lega.
Tak menunggu lama, velg itu akhirnya terpasang pada lengan ayun dengan sempurna. Aku tersenyum lega. Kau tahu, karena satu buah baut itu aku harus merelakan waktu seratus dua puluh menit bekerja lebih lama, karena satu buah baut itu waktu untuk bermain bersama teman-teman hilang sudah dan karena satu buah baut itu pula akhirnya aku tahu bahwa hal yang kecil sangat mempunyai peranan penting.

“Apakah kau pernah mendengar berita bahwa sebuah pesawat mengalami delay berjam-jam karena kehilangan sebuah baut?”. Itulah contoh betapa hebatnya peranan ‘hal kecil’. Satu baut yang hilang itu sangat berharga, bahkan bisa membahayakan banyak nyawa penumpang.

Begitu pula dengan profesi, jabatan, pekerjaan kita. Semua orang memang harus mempunyai peranan berbeda dalam berbagai jenis pekerjaan. Ada yang harus yang jadi guru, dokter, tentara, sastrawan, ahli fisika, astronomi, psikologi dan lain-lain. Walaupun kenyataannya hidup hanya memberi kita bagian dari pekerjaan yang kecil, berbesar hatilah, kawan! Karena kita adalah bagian kecil yang terpenting bagi semesta. Berbahagialah, kawan! Karena kita adalah baut kecil terpenting pada sebuah bangunan yang besar. Tersenyumlah, kawan! Karena hidup amatlah indah ketika kita mensyukurinya:)

Kamera baru

Tahun ini akhirnya kamera poket saya berevolusi menjadi kamera DSLR. Senangnya bukan main! Paling tidak, keinginan yang dipendam selama 5 tahun terakhir kesampaian juga. Alhamdulillah. J awalnya memang saya harus memaksa diri untuk menyisihkan beberapa persen gaji selama beberapa bulan, lalu ketika dananya sudah terkumpul saya tidak merasa merogoh kocek terlalu dalam.

Hampir seminggu, canon eos 650d itu berada di tangan saya. Sejauh ini saya masih harus belajar banyak lagi tentang fotografi, mengenal banyak fitur dan mencoba style baru. Hobi yang satu ini memang agak elit, butuh dana yang tak sedikit. Saya pikir, tidaklah berlebihan untuk memiliki kamera DSLR. Suatu saat ada acara di rumah, jalan-jalan dan sebagainya saya tak perlu lagi capek-capek pinjem kamera teman. Barangkali, kalo memang ada rejeki nanti ada yang butuh jasa jepret..ya lumayan buat tambahan. Hobi tersalurkan dan bermanfaat. J

Nah, bagi kalian yang suka jepret-jepret atau yang suka dijepret boleh ngobrol dengan saya. Nanti kita bisa hunting, cari spot yang bagus, buat acara foto-foto, sekaligus menambah teman. Saya bukan fotografer lho, saya hanya seorang lelaki yang suka fotografi.

Kapan nikah?

Musim hujan tahun ini seperti pertanda bahwa akan ada banyak pernikahan yang dilangsungkan. Ada empat hingga lima undangan pernikahan yang saya terima dari akhir tahun lalu hingga saat ini.

“Ini undangan pernikahan saya, datang ya!”. Kira-kira begitulah kata-kata yang mereka ucapkan ketika memberikan undangan itu kepada saya.

Ya, ya, ya sangat senang sekali mendapat undangan seperti itu. paling tidak, saya bisa menjadi fotografer sukarela atau tukang ngabisin makanan..hahaa.. :D  tapi hei! Kadang celoteh rekan kerja juga membisikkan pertanyaan yang bikin “nyesek”.

“Tuh liat, si fulan sudah menikah Gus, kapan kau nyusul?”. Saya hanya nyengir kuda, tak menjawab apa-apa.

Beberapa teman kerja sudah memutuskan untuk menikah, hingga saat ini ada sekitar 7 rekan kerja saya yang sudah menikah. Saya acungkan jempol bagi mereka. Merekalah orang yang pemberani, gentleman dan mapan. Menikah itu lebih baik daripada pacaran. Daripada dihabiskan waktu untuk pacaran, buang-buang duit, beli kado ini-itu, kan lebih baik kalo ditabung dan kalo udah siap bawa ke pelaminan. Simple kan?! MENIKAH LEBIH BAIK!

Tapi kalo ditanya apakah saya sudah siap? TENTU SAJA. TENTU SAJA BELUM. Saya belum siap menikah. Ada masih baanyaaaaaak hal yang harus saya siapkan, ada ratusan tempat yang belum saya kunjungi sebelum mengakhiri masa lajang, ada ribuan hikmah yang harus saya pahami. Dan masih ada jutaan hal yang harus saya pelajari sebelum akhirnya memutuskan untuk menikah. Urus diri sendiri saja belum becus, apalagi mau urus anak gadis orang! :D ya gak?!

Setiap orang punya persepsi masing-masing tentang ‘menikah’. Dan saya menghormati setiap keputusan yang mereka ambil. Asal kalian tahu, usia saya masih sebesar jagung dibanding jagad waktu. Masih banyak hal yang harus saya gapai, masih banyak mimpi-mimpi yang harus saya wujudkan.

Dan kalo bicara tentang pendamping hidup, istri idaman atau jodoh saya belum bisa berkata dan berkomentar banyak. Saya lebih suka mendengarkan. Tapi yang saya tahu, kunci utama pembuka jodoh adalah dengan terus memperbaiki diri. Nah, yang masa mudanya dihabiskan untuk pacaran, beli kado ini-itu untuk kekasih, pasang foto dua-duan di fb, twitter, bbm dan sebagainya, nonton bioskop, pegang-pegangan tangan, jalan berduaan. Sudah hentikanlah. Putuskan saja! Ada banyak hal produktif yang harusnya dilakukan saat ini.

Tepat akhir tahun lalu, saya sudah memutuskan hubungan dengan kekasih saya, Stroberrie. Saya memutuskan untuk tidak berpacaran. Iya, saya putuskan dia. Hal itu saya lakukan karena saya sayang dengannya, saya tak ingin mengotori sesuatu yang belum menjadi hak saya seutuhnya. Saya malu pada Tuhan. Nanti, kalo saya sudah siap dan waktunya sudah tiba, saya langsung lamar saja. Kalo memang dia memang jodoh saya yang disiapkan oleh Tuhan, nanti kami ketemu lagi kok. “Kalo gak ketemu lagi?” ya berarti bukan jodoh dan saya yakin Tuhan akan mengganti dengan yang lebih baik lagi.

Selagi menunggu, sekarang saya sedang menyibukkan dan memperbaiki diri, belajar lebih banyak, bekerja lebih giat. Berkumpul dengan orang alim, mendengarkan cerita orang bijak, memuliakan orang tua, keluarga dan tetap terus mencoba untuk menjadi bujang yang baik. Saya yakin akan janji Allah swt yang dituliskan dalam kitab QS: An-Nur-26: “…Wanita yang baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik”.

Jadi, kapan nikah? Emm..may, may be yes, may be no! :D

Orang-orang sibuk

Orang sibuk adalah orang yang beruntung. Betapa tidak, di dunia yang katanya hampir carut-marut nilai sosialnya, ditengah gamangnya arus globalisasi yang kadang membolak-balikkan fakta, yang membuat sesuatu yang putih terlihat seolah hitam, dan hitam dilihat sebagai putih. Orang-orang sibuk tetap berdiri pada kesibukannya masing-masing.

Maka, beruntunglah orang-orang yang hingga hari ini tetap sibuk. Yakni, orang yang sibuk pada pekerjaannya.  Yang menyebabkan anggota badan terhindar dari waktu luang yang menyesatkan. Yang karena pekerjaannya hanya tertuju pada satu titik untuk terus selalu berkarya.

Beruntunglah matanya, yang tetap selalu menatap huruf-huruf untuk dibaca. Membuka wawasan melalui ayat-ayat yang tertulis milik-Nya.

Terjagalah tangannya, yang dengan pekerjaannya menyebabkan ia tak sempat lagi melakukan keburukan. Tangannya digunakan untuk memberi, mengangkat beban, menyeka keringat, menulis aksara kebaikan.
Terjagalah kakinya dari tempat-tempat maksiat. Yang hanya melangkah pada tempat yang diridha’i-Nya, melangkah ke tempat bekerja adalah ibadah, melangkah ke masjid untuk menunaikan sholat juga adalah ibadah.

Beruntunglah orang-orang sibuk yang setiap harinya mendapat masalah, yang karena masalahnya itu membuat dia menjadi lebih tangguh dalam mengarungi kehidupan.

Beruntunglah orang-orang sibuk yang tetap belajar, yang karena kebodohannya itu membuat ia terus memperbaiki diri. Beruntunglah orang yang di dalam dirinya terdapat kekurangan, yang karena kekurangannya itu ia terus berusaha untuk memperbaiki diri.

Dan beruntunglah orang-orang yang menghela nafas lega hingga detik ini, yang tersenyum bahagia seraya bersyukur dengan apa yang telah diusahakan.

Dan bahagialah orang-orang yang sibuk, yang merasa tidak sibuk dengan segala kesibukannya. Sibuk itu bermanfaat, ‘sok sibuk’ itu berbahaya. Semoga kita menjadi pribadi sibuk yang bermanfaat! ;)

PUISI: Perempuan hujan

Bila awan menangis, maka jatuhlah pula airmatanya
Tangannya menengadah pada langit
Seraya berdoa dalam desah nafas yang tersisa

Tetes-tetes air membasahi wajah
Matanya terpejam mengingat sebuah wajah
Wajah rupawan yang menjadi bunga dalam tidurnya

Perempuan hujan tak suka payung
Ia membiarkan hujan mencumbui tubuhnya
Basah, tentu saja. Tapi ia suka

Ia menari sendiri disaat hujan merintih
Angin yang kencang adalah hembusan kerinduan
Guntur tak membuatnya gentar
Kelipan halilintar tak membuatnya menghindar
Setegar itukah perempuan hujan?

Perempuan hujan akhirnya kelelahan
Tubuhnya kedinginan
Pertunjukkan hujan telah usai

Lahat, 7 Februari 2013
*Ditulis di depan teras rumah, ketika hujan menggila

Mereka BUKAN kuli

Beberapa waktu lalu, saya mengantar Emak saya ke pasar. Seperti biasa, tak ada yang aneh, setelah tiba di pasar lalu saya pulang ke rumah. 

Namun, di tengah perjalanan saya melihat sebuah gedung yang baru saja hendak dibangun.

Beberapa peralatan bangunan, seperti mobil pengaduk semen, pasir, batubata, koral, rangka besi sudah siap untuk dirangkai.

Puluhan kuli dengan pakaian lusuh, mengenakan helm, bersarung tangan bahu membahu mengangkat ember yang sudah diisi adukan semen.

Seperti piala bergilir, ember yang berisi adukan semen itu diangkat dan diberikan pada pekerja yang berada diatas lalu pekerja itu menyerahkannya lagi pada pekerja selanjutnya. Begitu seterusnya hingga ember itu diterima oleh pekerja paling akhir yang akan menumpahkan adukan semen itu ke dalam tiang yang hendak dibangun. Keringat membasahi punggung baju mereka, ditambah dengan debu dan terik matahari yang membuat keringat mengucur lebih deras, dan pakaian yang lusuh bertambah lusuh dan kotor.

Pemandangan ini, menarik perhatian saya dan memaksa untuk menurunkan tuas gas dan berhenti sejenak. Aku memandangi mereka dari seberang jalan. Terlihat disana, ada seorang yang menunjuk para kuli, mengarahkan bagian mana yang harus dikerjakan lebih dahulu. Dia adalah mandor pekerjaan tersebut. Saya lalu berfikir, “betapa beruntungnya saya dengan usia muda seperti ini sudah bisa bekerja, membantu perekonomian keluarga.”

Mereka bukan kuli, mereka adalah pekerja istimewa. Istimewa dan bahkan lebih berharga daripada orang-orang yang suka mengadahkan tangan di jalan dengan kenyataan memiliki badan sehat dan kuat. Mereka bukan kuli, mereka adalah lelaki tangguh. Yang lebih suka mandi keringat, dibanding berkeluh kesah terhadap keadaan atau menangisi sesuatu yang tak dimiliki. Mereka adalah cermin jati diri, mereka bekerja bukan untuk hari ini saja, mereka bekerja setiap hari, dengan tenaga dengan hati. Mereka bahkan lebih tinggi derajatnya daripada mereka yang mengambil uang rakyat dengan sembunyi-sembunyi. Dan saya suka senyum mereka, senyum penuh keikhlasan yang dibalut tetesan keringat saat bekerja.

Kenyataan itu menampar pipi saya, membuat saya sadar untuk mensyukuri apa yang sudah digenggaman saat ini. Dan sejak hari itu, aku tak ingin mengeluh lagi.

Semesta cinta

Cinta itu luas sekali maknanya, bukan hanya sepotong perasaan yang tak beralasan atau sekedar rasa suka pada lawan jenis. Cinta itu kompleks, artinya banyak sekali hal-hal yang harus kita pahami sebelum kita betul-betul tahu apa itu cinta. Cinta itu adalah sebuah bentuk keyakinan, harapan dan perbuatan.

Saat di pasar ketika kau menyaksikan penjual ikan yang sedang berjualan, para buruh yang mengangkut barang-barang, pakaiannya kotor, tangannya kusam. Maka itu adalah cinta. Cinta pada pekerjaan.

Ketika seorang suami yang pergi pagi pulang malam, banting tulang, kerja keras, berkeringat, untuk sebuah senyum yang terpancar dari seorang wanita yang ia cintai. Itu juga cinta, cinta seorang suami kepada istrinya.
Saat kau pulang ke rumah, Ibumu sudah menyiapkan makanan untukmu, itu juga cinta. Cinta seorang ibu pada anaknya. Ketika ayahmu pulang kerja lalu kau membuka pintu dan memeluknya, itu juga cinta. Cinta seorang anak pada ayahnya.

Di jalan raya, pasukan ‘biru’ dengan sigapnya membersihkan sampah yang berserakan di pinggir jalan. Anak kecil yang membuang sampah pada tong sampah, para warga yang bergotong royong membersihkan saluran air. Itu semua adalah cinta, cinta pada kebersihan.

Lihatlah matahari yang bersinar, itu juga bentuk cinta. Sinarnya menerangi bumi, membantu tumbuhan untuk berfotosintesis, mengeringkan pakaian yang dijemur, menghangatkan bumi dengan sinarnya.

Juga lihatlah bulan, bintang, itu adalah cinta. Cinta mereka pada malam yang setia menghias kolong langit agar tampak indah saat gelap. Perhatikan tetes hujan, ia adalah rupa cinta yang jatuh dari langit mengabarkan kabar gembira pada tanah tandus. Satu lagi, menulis juga adalah bentuk cinta. Cinta untuk berbagi melalui kata-kata.

Terima kasih Tuhan yang telah menciptakan cinta, hingga detik ini kami masih diberi kesempatan untuk selalu mencintaimu lewat rukuk dan sujud kami, lewat mulut kami yang selalu berdoa, lewat hati kami yang hanya berharap pada-Mu. Semoga rasa cinta kami ini selalu bertambah kepada-Mu. 

PUISI: Perempuan senja

Matanya terbuat dari ribuan kaca
Hatinya tenang meski sesekali bergelombang
Kakinya setegar karang, menopang badan yang goyang

Tangannya menggenggam erat janji
Janji pada suami yang pergi berlayar

Sabar, ucapnya pada diri
Sembari menanti, harapan yang tak pasti


Ketika senja menyapa langit
Maka Ia adalah pagi yang terjepit
Perempuan senja tetap setia
Menunggu suami pulang bekerja
Tapi apa?
Apa hendak dikata
Kapal suaminya tak datang juga
Hingga senja hari ini, ia masih menanti dengan setia

Muara Enim, 2 Februari 2013

*Puisi ini terinsipirasi dari sampul foto salah satu teman saya, Amalia. Yang fotonya jadi gambar untuk puisi ini. :)

Coal Blocked

INDONESIA only have two seasons, rainy and dry. In rainy season like now, the coal handling must be prepare to face a lot problem such coal blocked, coal out of belt, regular cleaning. The contain of moisture in our coal mine is high in rainy season, so that’s why it will easy make a coal blocked. However, it will be trouble and make our feed coal system stop.

Take for example: the last happened in our shift, the coal is bocked in hopper of M12 belt. This accident make Us work hard to clean it by our self, during cleaning we can not feed coal for an half hour. This is not the first time happened in our shift, maybe second times, third times..many times. 1 tons? 2 tons? Or maybe 3 or 4 tons must you clean together. You must be exhausted!

It's suddenly happened. I saw a current on DCS screen, the belt current is rise so fast after a few seconds the belt conveyors are trip. The CCTV camera shown many coal blocked on the hopper. I take breath deeply. Sigh!

Stop feed coal, stop equipment, report to shift Captain, take the shovel and then..LET'S CLEAN! :D

In order to keep feed normal during rainy season, here a few methods as prevention action:

First: The coal which contain too much moisture, found the coal mixed with coal sludge should not allowed to unload.

Second: Do regular checking of each coal hopper on belt.

Third: Do regular clean for each coal hopper which is easy stored sticky coal, during cleaning do not use water spray for flushing. Because when we finished clean with water the coal hopper is wet and make sticky coal easier stored much than before.

Fourth: If the rain is too heavy and make belt is easy deviation, stop the feed coal immediately. Wait until the rain flow is medium, continue feed coal.

So guys, when you get shift duty pay more attention to the coal hopper. Or, you are going to clean coal like me. :D Last but not least, always do safety. ;)

Review Buku: Negeri Para Bedebah-Tere Liye

Negeri Para Bedebah adalah judul novel terakhir yang ditulis oleh Darwis-Tere Liye akhir tahun lalu. Ini adalah buku ke-6 yang saya baca, beberapa novel yang sudah baca sebelumnya adalah ‘Ayahku (Bukan) Pembohong’, ‘Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah’, ‘Sang Penandai’, ‘Berjuta Rasanya’, ‘Sepotong Hati Yang Baru (edisi berjuta rasanya)’.

Seperti biasanya Tere Liye dengan gaya kepenulisannya yang mudah dicerna dan syarat makna tersirat selalu berhasil membuat saya jatuh cinta dan hanyut dalam aksara yang ditulis.

"Aku konsultan keuangan profesional, aku tidak peduli dengan kemiskinan. Yang aku cemaskan justru sebaliknya, kekayaan, ketika dunia dikuasai segelintir orang, nol koma dua persen, orang-orang yang terlalu kaya". -Thomas

Pada novel ‘Negeri Para Bedebah’, saya setia mengikuti alur cerita si Thomas (tokoh utama dalam novel ini), di novel ini benar-benar berbeda dengan novel sebelumnya. Negeri Para Bedebah penuh konspirasi, istilah perbankan dan adegan action.

Thomas adalah seorang penasehat keuangan terkemuka di Indonesia. Ia sangat pintar, ambisius dan penuh dengan taktik jitu. Suatu ketika Ia harus terlibat dengan hampir ambruknya Bank Semesta yg tak lain dan tak bukan adalah milik dari Om Liem--adik Papanya. Tidak mudah untuk mengendalikan semuanya, di satu sisi Ia sangat membenci Om Liem, di sisi lain jika Bank Semesta benar-benar hancur maka akan merembet ke semua perusahaan milik Opa.

Thomas memerlukan waktu dua hari untuk meyakinkan negara bahwa Bank Semesta tdk boleh ditutup, dan selama dua hari itu juga kehidupannya seperti jet coaster. Persoalan semakin membelit dirinya; mulai dari dikepung polisi, baku tembak dengan polisi, baku hantam dengan polisi, merasakan dinginnya dinding penjara, menyamar jadi buronan sampai loncat dari pesawat. 

Semua orang yang dekat dengannya mau tidak mau ikut terseret, mulai dari Julia--wartawan ekonomi yang gesit memburu berita, Maggie--sekretaris kepercayaan Thomas yang sangat cekatan dalam meng-handle tugas, Rudi--teman Thomas di klub petarung yang juga seorang petinggi di kepolisian, Kadek--orang kepercayaan Thomas dlm mengurusi kapal pesiar miliknya.


"Di negeri para bedebah, kisah fiksi kalah seru dibanding kisah nyata."

"Di negeri para bedebah, musang berbulu domba berkeliaran di halaman rumah."

"Tetapi setidaknya, Kawan di negeri para bedebah, petarung sejati tidak akan pernah berkhianat."


Review Buku: Kukila-M.Aan Mansyur

Pemilik akun twitter @hurufkecil ini yang biasa dipanggil tomat yang bernama asli M. Aan Mansyur baru saja menerbitkan buku terbarunya yang berjudul ‘Kukila’.

Apa itu Kukila? Kukila adalah nama seorang wanita. Nama indah itu diberikan oleh kakeknya. Konon nama Kukila diambil dari dongeng masa lampau. Beranjak dewasa, Kukila menikah dengan Rusdi karena perjodohan. Dari rahim Kukila lahir tiga orang anak, dua perempuan dan satu laki-laki. Aurora, Nawa, dan Janu nama anak mereka. Namun di tengah perjalanan, bahtera Kukila dan Rusdi karam. Anak-anak yang dilahirkan Kukila bukan anak kandung Rusdi. Rusdi menyimpan rahasia besar, Rusdi homo. Rusdi mencintai Pilang, teman SMP-nya yang merupakan mantan kekasih Kukila. Ketiga anak yang dilahirkan Kukila adalah anak Pilang. Rusdi sendiri yang menyuruh Kukila tidur dengan Pilang. Rusdi tak ingin Pilang dimiliki oleh siapapun. Tahu Pilang berpacaran dengan Kukila, lantas Rusdi merebutnya dari Pilang dan menikahinya. Kisah mereka (Kukila, Pilang, dan Rusdi) berakhir tragis di ranting pohon RAHASIA.

Ada juga beberapa judul lainnya seperti Kebun Kelapa di Kepalaku, Setengah Lusin Ciuman Pertama, Perahu Kertas dengan Huruf-Huruf Kanji, Setia Adalah Pekerjaan yang Baik, Sehari Setelah Istrinya Dimakamkan, Membunuh Mini, Aku Selalu Bangun Lebih Pagi, Ketinggalan Pesawat, Celana Dalam Rahasia Terbuat dari Besi, Lima Pertanyaan Perihal Bakso, Lebaran Kali Ini Aku Pulang, Hujan. Deras Sekali, Tiba-Tiba Aku Florentino Ariza, Tiga Surat Cinta yang Belum Terkirim, dan Cinta (Kami) seperti Sepasang Anjing dan Kucing.

Saya suka semua judulnya, seperti yang biasa baca pada tweet-tweetnya M. Aan Mansyur di twitter dia selalu bisa membuat kata-kata lebih berwarna dan sedikit ‘nakal’, hehe..

‘Kukila’ ini bisa menjadi teman yang baik disaat istirahat sambil meminum kopi hangat, ataupun dijadikan kado untuk seseorang. Kisahnya yang beragam dan endingnya yang susah ditebak selalu menarik untuk dibaca. Kalian tidak akan menyesal membaca ‘Kukila’. Percayalah! ;)

Review Buku: Filosofi Kopi-Dewi ‘Dee’ Lestari

Ketika membaca judul ‘Filosofi Kopi’ itu menarik minat saya untuk membaca lebih lanjut. Mengingat saya juga adalah penggemar kopi, maka tak salah jika saya ingin membaca lebih dalam buku ini.

Ini adalah buku kedua yang saya baca setelah ‘Madre’.  Ada beberapa judul yang saya suka, seperti: Filosofi Kopi, Mencari Herman, Sikat Gigi dan beberapa puisinya yang berjudul ‘Kunci Hati’.

Sungguh, membaca tulisan-tulisan Dee membuat kagum. Cerpen Dee kali ini persis seperti racikan kopi harum, menyegarkan, dan nikmat: pahit, tapi sekaligus mengandung manis.

“Walau tak ada yang sempurna, hidup ini indah begini adanya”. Saya suka quote yang satu ini. :)

Saya jamin, kalian tak akan menyesal untuk membaca buku yang satu ini. selamat membaca.

Review Buku: Robohnya Surau Kami-A.A. Navis

Kumpulan cerpen ini sudah lama sekali saya baca, saat saya SMP dulu di sebuah perpustakaan sekolah. Dan saya baca lagi tahun ini dengan sampul yang terbaru. Meski ceritanya sudah samar-samar diingatan tapi saya tak pernah bosan untuk membacanya ulang.

"Robohnya Surau Kami",

berdialoglah Tuhan dengan Haji Saleh, seorang warga negara Indonesia yang selama hidupnya hanya beribadah dan beribadah…


"kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua. Sedang harta bendamu kau biarkan orang lain yang mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling memeras. Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedang aku menyuruh engkau semuanya beramal di samping beribadat. Bagaimana engkau bisa beramal kalau engkau miskin. Engkau kira aku ini suka pujian, mabuk disembah saja, hingga kerjamu lain tidak memuji-muji dan menyembahku saja.

Tidak..." Semua jadi pucat pasi tak berani berkata apa - apa lagi. Tahulah mereka sekarang apa jalan yang diridai Allah di dunia.

Dunia memang tempat sementara untuk menuju akhirat tapi Allah takkan menghidupkan manusia di dunia tanpa tujuan. Seimbangkanlah dunia dan akhirat, karena bukankah Allah telah berfirman: 


“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi...” [QS. al-Qashash (28) : 77]


Cerpen ini sangat berpengaruh di dunia sastra Indonesia. Tak segan mengkritik "orang-orang beriman" dalam perspektif agama Islam yang konservatif atau cenderung ekstrem dan arabis. Tapi nilai-nilai moral yang disampaikan justru sangat Islami. Bahwa bekerja berarti beribadah, tetapi beribadah saja belum tentu bekerja. At last, dialog antara Tuhan dengan sang Ustad adalah penggalan cerita yang paling mengena. A must read book!

Saya paling suka cerita yang “Robohnya Surau Kami”, “Anak Kebanggaan”, “Pada Pembotakan Terakhir” dan “Dari Masa ke Masa”. Semua ceritanya keren dan banyak pesan yang tersirat. ;)

Tips Menulis ala Sang Koki Listrik

Dulu, saat saya masih duduk di kelas 3 SD. Saya biasa pulang ke rumah dengan berjalan kaki, jarak antara rumah dan sekolah tidak jauh, hanya butuh 15 menit jalan kaki.

“Eh, tunggu dulu. Kok, Kak Agus malah cerita tentang masa kecil sih? Bukannya tadi ingin membagikan tips menulis?” Iya, tapi sebelumnya ijinkan saya bercerita lebih dulu, oke? Anggukan kepala jika setuju.

Setiap pulang-pergi ke sekolah saya selalu menempuh rute yang sama. Namun pada suatu pagi perjalananku tak semulus biasanya. Pagi itu, seekor anjing hitam, besar dan galak tepat duduk asyik di pinggir jalan yang hendak kulalui. Saat itu, saya cemas sekali. Saya takut dengan anjing.

Entah kenapa, pagi itu pemilik anjing itu sengaja melepaskan rantai pengikat dan membiarkan anjingnya berkeliaran. Aku memberanikan diri untuk tetap berjalan, hingga pada jarak terdekat antara aku dan anjing itu. Satu meter lagi aku tiba di titik temu. Anjing itu menatapku tajam, aku menelan ludah. Berharap semua akan baik-baik saja dan berdo’a semoga anjing itu tidak menggonggong.

Tapi ternyata tidak,

Tidak sesuai dengan apa yang kuharapkan.

Anjing hitam itu menggonggong keras lalu berusaha mengejarku. Aku yang sadar akan hal itu berlari secepat mungkin, berbalik arah menghindar. Aku berteriak ketakutan, anjing itu tetap mengejarku. Aku masih berlari hingga aku bertemu dengan pohon jambu yang tumbuh di pinggir jalan. Aku melempar tas, segera memanjat pohon jambu dengan tangkas. Dalam hitungan detik aku sudah berada di puncak dahan tertinggi pohon jambu.

Aku mendengus sebal, nafasku tak beraturan. Tanganku mengambil beberapa buah jambu dan melempari anjing itu dari atas.

Aku tertawa merayakan keberhasilanku lolos dari kejaran anjing. Tak lama, sang pemilik anjing datang dan mengikat lagi anjing itu. Kini, aku bisa bernafas lega.

Tapi, hei lihat! Aku sedang berada di atas pohon jambu yang tingginya hampir 3 meter. Sebuah angka yang mungkin tak lazim dipanjat oleh anak kecil seumuran saya waktu itu.

Dan pagi itu, aku terlambat datang ke sekolah.

APA yang bisa kalian petik dari cerita saya barusan?

Itulah, yang disebut USAHA. Bukan hanya pohon jambu, tapi mungkin juga pohon kelapa pun bisa saya panjat jika waktu itu ada 2 atau 3 ekor anjing yang mengejar saya. Begitu juga dengan menulis buku, sepanjang kalian berusaha untuk tetap terus menulis. PERCAYALAH! Kalian akan melihat hasilnya. Entah esok, lusa, bulan depan, tahun depan. Asal kalian tetap terus menulis, satu-dua buku bukanlah hal mustahil untuk diwujudkan.
kemudian adalah DEADLINE!

Deadline adalah batas waktu yang kalian tentukan untuk mencapai sebuah target. Misalkan: untuk menulis sebuah buku dengan tebal 150 halaman kalian targetkan selesai dalam 6 bulan. Maka, ambil jarak waktu bagi dengan jumlah halaman yang ditulis. 6 bulan terdiri dari (anggaplah) 180 hari / 150 halaman = 1.2 (1.5 dibulatkan).
Kalian hanya butuh niat untuk menulis minimal 1.5 halaman per hari. Maka setelah 6 bulan kemudian buku yang diidam-idamkan akan tersusun sendiri. Mudah bukan?

Dan yang terakhir adalah SELF REWARD

Ini adalah point terpenting, setelah kalian selesai menulis sebuah buku. Maka, ada baiknya jika kalian memberikan hadiah pada diri sendiri. Berikan hadiah yang sangat kalian inginkan pada masa menulis. Minum teh bersama teman, membeli buku bacaan terbaru, atau sekedar membeli es krim. Hanya, kalian sendirilah yang tahu apa yang kalian inginkan.

Setelah semua itu selesai kalian laksanakan. Yang kalian butuhkan adalah TETAP TERUS MEMBACA DAN MENULIS, itu!

Teman-teman, itu saja yang ingin saya sampaikan, semoga berkenan dihati dan membawa manfaat bagi kita semua. Saya bukan siapa-siapa, masih butuh banyak belajar dari kalian. Yang punya masukan, saran maupun kritik silakan disampaikan. Kelas ini terbuka untuk siapa saja, tak usah canggung ataupun malu dan sebagainya. Mari belajar bersama.

Keep reading, happy writing! ;)